Kamis, 14 April 2011

Aborsi

ABORSI DIPANDANG DARI SEGI MORAL
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan merupakan suatu anugrah yang diberikan oleh Tuhan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap orang manusia merupakan Hak Asasi manusia yang hanya boleh dicabut oleh Tuhan Sang Pemberi kehidupan. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi erat hubungannya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita
Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan, keprihatinan itu bukan tanpa alasan karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungannya banyak menimbulkan efek negative baik untuk diri pelaku maupun pada masyrakat luas. Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum suatu kehidupan bangsa.
Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. beberapa orang melakukan aborsi dengan alasan yang beragam, antara lain: malu pada keluarga karena perkosaan, kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya. Ketika seorang wanita mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain
Berbicara mengenai aborsi tentu akan menimbulkan berbagai tanggapan dan penilaian yang berbeda-beda pada masing-masing individu karena adanya perbedaan pengetahuan dari diri mereka sehingga sikap yang ditimbulkannya pun berbeda. Sarwono (1989) menyatakan mempertahankan kegadisan merupakan hal yang paling utama sebelum pernikahan karena kegadisan pada wanita sering dilambangkan sebagai “mahkota” atau “tanda kesucian” atau “tanda kesetiaan” pada suami. Hilangnya kegadisan bisa menimbulkan depresi pada wanita yang bersangkutan. Terlebih lagi bila menimbulkan kehamilan
Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak wanita harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Belum lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai tindakannya ini diketahui. Hanya orang-orang yang mampu berempati yang bisa merasakan betapa perempuan berada dalam posisi yang sulit dan menderita ketika harus memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya















BAB II
PEMBAHASAN
Aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh
Membicarakan aborsi sebenarnya membicarakan perempuan. Karena itu persoalan aborsi adalah juga persoalan perempuan, yang sampai sekarang, dianggap Gadis Arivia, perlu dielaborasi dan dicerahkan kepada pihak-pihak yang mengambil satu sisi perdebatan, yakni cara pandang tradisional yang justru mengesampingkan kepentingan perempuan sendiri.Selama ini masih banyak yang memandang aborsi sebagai hitam dan putih yang sama sekali tidak dapat bersinggungan, hingga hanya tersedia dua pilihan untuk menyikapinya: pro atau kontra. Setuju atau menolak. Perempuan dalam hal ini juga selalu dipandang sebagai pelaku tunggal aborsi, di mana masyarakat dan pemerintah seperti menutup mata dengan adanya permasalahan dalam aborsi yang mau tidak mau berkaitan langsung dengan kehidupan perempuan dan orang-orang di sekitarnya
Di Indonesia, aborsi adalah perbuatan kriminal dan perempuan-perempuan yang ketahuan telah melakukannya diganjar hukuman yang keras. Orang-orang dengan prinsip pro-kehidupan (pro-menganggap aborsi sebagai pembunuhan, perbuatan yang keji dan pantas dihukum. Sebaliknya, para pendukung pro-pilihan (pro-choice), aborsi tidak mengindahkan kehidupan embrio dalam kandungan sang ibu. Oleh karena kepercayaan ini telah ditanamkan pada masyarakat, banyak perempuan yang melakukan aborsi merasa bersalah seumur hidup karena cap “pembunuh” tertanam dalam diri mereka.
Selain itu juga hukum di Indonesia belum memberikan ruang bagi tindakan aborsi yang aman.. Dalam UU Kesehatan juga terlihat sekali bahwa klausul tentang aborsi sangat bias jender. Di situ diterangkan, dokter bisa mengambil tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan janinnya. Padahal klausul ini menyangkut dua hal yang tidak mungkin dilakukan dalam konteks aborsi, dengan alasan menyelamatkan nyawa kedua-duanya karena dalam aborsi ada yang dikorbankan. Untuk itu perlu ada solusi berupa payung hukum untuk melindungi praktik ini dengan menyediakan dokter yang memiliki keahlian, terjamin keamanannya, sesuai prosedur standar kesehatan.
Ketika yang menjadi obyek pembahasan adalah prilaku, maka selanjutnya yang menjadi penilaian adalah etika dan moral seseorang yang menjadi refleksi atas tindakannya tersebut. Perempuan sebagai pelaku aborsi dapat disebut sebagai agen moral, namun seperti yang dikatakan oleh Simone de Beauvoir bahwa perempuan selalu ditolak untuk menjadi agen moral yang otonom, perempuan tidak pernah dibiarkan untuk memilih kehidupan yang baik untuk dirinya sendiri.
Padahal sebagai pelaku moral, setiap perempuan mempunyai kemampuan yang dapat digunakannya untuk bertindak secara moral sehingga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab, dan bisa dituntut untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Kemampuan itu berupa akal budi, kebebasan dan kemauan. Dengan kemampuan ini, pelaku moral dapat membuat pertimbangan moral sebelum bertindak, agar terhindar dari tindakan yang salah secara moral. Pelaku moral juga dapat memahami mana yang baik dan buruk secara moral.
Dari sudut pandang moral, aborsi memiliki penilaian tersendiri. Menurut Plato dalam Republic (461), ia menganggap bahwa janin itu belum cukup untuk dianggap manusia, tapi baru dapat dianggap manusia jika sudah terlahir. Dalam kondisi seperti ini keberadaannya dapat diterima dan sah secara hukum. Sedangkan Aristoteles menyarankan bahwa semestinya aborsi dilakukan sebelum sang janin dianggap hidup dan mampu merasa. Artinya pada gerakan pertama sang janin.
Kata “moral” memiliki arti etimologis yang sama dengan etika, dan dapat diartikan sama dengan pengertian etika, yakni nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Ketika membicarakan etika, maka kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut cara bertindak yang benar dan salah, hakekat kewajiban moral dan apa yang disebut kebaikan hidup. Pertanyaan mendasar dari Aristoteles dalam etika adalah „kehidupan baik yang begaimanakah yang harus saya jalani?“
Aborsi merupakan bagian dari etika terapan. Aborsi sebagai masalah dibicarakan dan dipelajari dalam etika terapan. Etika terapan membahas masalah-masalah etis yang praktis dan aktual serta mempelajari masalah yang berimplikasi moral dan memiliki pengaruh timbal balik dengan etika teoritis. Perdebatan tentang masalah-masalah konkrit akhirnya akan menjelaskan dan mempertajam prinsip-prinsip moral yang umum. Etika terapan sangat membutuhkan bantuan dari teori etika. Etika terapan menggunakan prinsip-prinsip dan teori moral yang diharapkan sudah mempunyai dasar yang kokoh.














KESIMPULAN
Aborsi menjadi masalah kontroversial, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga sudut pandang hukum dan agama dan moral. Untuk itu kita perlu menanamkan nilai-nilai luhur tentang kehidupan karena pembentukan karakter sangat dipengaruhi sejak manusia itu mengenal kehidupan. Dengan demikian aborsi secara illegal tidak terjadi lagi terutama pada semua wanita usia subur.
Suatu peradaban bangsa terletak pada pendidikan didalam negara tersebut. Hanya pendidikan yang dapat merubah peradaban suatu bangsa. Kita semua baik yang berkecimpung didunia pendidikan baik formal maupun informal memikul tanggung jawab tersebut untuk mewujudkan generasi yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehiduan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Aborsi dapat dicegah dengan membentuk persepsi tentang aborsi itu sendiri sehingga mereka memiliki paradigma tentang aborsi sesuai dengan harapan kita yaitu tindakan yang tidak benar.
Tidak hanya paradigma tentang aborsi saja, namun segala macam tindakan yang mengawali terjadinya aborsi. Mengimplementasikan gaya dan metode mengajar yang berbeda terhadap anak dengan kepribadian yang khusus dalam hal ini anak dengan atribut psikologia yang baru akan membantu membentuk paradigma generasi baru yang sesuai dengan harapan kita. Dengan demikian kita membantu membentuk pribadi-pribadi yang tidak hanya cerdas, namun menjunjung tinggi kebenaran dan tunduk kepada yang Maha Kuasa.





DAFTAR PUSTAKA


1. http://www.lbh-apik.or.id/fact-32.htm
2. http://www.dunia-ibu.org/html/aborsi.html
3. http://www.gotquestions.org/indonesia/aborsi-Alkitab.ht
4. http://samsara-artikel.blogspot.com/2010/01/aborsi-sebagai-suara-hati-perempuan.html
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17739/4/Chapter%20I.
6. http://d4uthabsi.typepad.com/blog/2010/01/makalah-aborsi-pada-remaja
7. http://montfortanmalang.blogspot.com/2009/06/aborsi-moral-fundamental.html
8. Hubungan antara pengetahuan tentang aborsi dengan sikap prolife pada remaja putri. Diakses tanggal 29 januari 2009 jam 20.49 Wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar