KEDIKTATORAN, KEKERASAN DAN KESENGSARAAN
BAB I
PENDAHUUAN
Barangkali kita bersama tentu masih ingat beberapa Negara yang mengalami masa pemerintahan dengan adanya satu pemimpin yang mampu memerintah sekian tahun lamanya. Beberapa Negara seperti Jerman, Perancis, Rusia, Kamboja dan sebagainya. Kini persoalan yang sedang hangat dibicarakan tentang kasus Libya. Barangkali kita melihat bahkan mendengar perkembangan kasus tersebut. Sejenak kita akan membuka gagasan kita dengan adanya sebuah komentar di bawah ini.
Pemerintah Indonesia prihatin dan menyesalkan kekerasan di Libya yang mengatasnamakan perlindungan terhadap warga sipil. Seharusnya, perlindungan warga dengan cara yang tidak justru malah menimbulkan masalah baru yang lebih pelik.
Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, pada Selasa, 22 Maret 2011. Natalegawa mengatakan situasi di Libya saat ini bukannya membaik, tapi malah memburuk. "Kita tentu prihatin, situasi dan kondisi di libya berkembang sedemikian rupa, sehingga semakin tampillah sosok penggunaan kekerasan," ujar Natalegawa.
Tentara Koalisi Dewan Keamanan PBB yang dipimpin oleh Amerika Serikat pada Minggu, 20 Maret 2011, menjatuhkan ratusan rudal ke komplek kediaman Khadafi dan sekitarnya di Tripoli. Akibatnya, 48 orang tewas dalam serangan tersebut. "Keadaaan ini sangat kita sesali, mengapa sampai harus menggunakan kekerasan," ujar Natalegawa
Natalegawa mengatakan, tindakan yang diambil dalam mengatasi krisis di Libya haruslah sesuai dengan hukum internasional dan Piagam PBB.
Resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1973 yang mencakup zona larangan terbang yang ditetapkan Kamis pekan lalu adalah untuk memberikan perlindungan bagi warga sipil yang tidak berdosa. "Namun tentunya kita ingin agar pelaksanaan resolusi itu dilakukan dengan terukur dan pas, jangan sampai menimbulkan masalah-masalah baru. Dalam arti, dampak kemanusiaan yang justru mempersulit dan memperumit permasalahan," tegas Natalegawa.
Dalam pelaksanaannya, saran natalegawa, perlu diselaraskan antara usaha untuk menyelamatkan warga sipil dengan upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk proses politik selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara bersama-sama, tidak bisa terpisah.
Natalegawa mengatakan konflik di Libya hanya bisa diselesaikan dengan jalan dialog demi terciptanya situasi yang aman, seperti yang terjadi di Mesir dan Tunisia. Hal ini haruslah dilakukan oleh pemerintah yang berdaulat tanpa campur tangan asing. "Campur tangan siapapun juga dalam proses politik ini tidak mungkin dibenarkan," tegas Natalegawa lagi. (adi)
Setelah kita bersama membaca tulisan di atas kiranya kita akan semakin terbuka wawasan kita bagaimana sebuah Negara akan dibawa dengan sebuah pola pemerintahaan. Ada berbagai bentuk pemerintahan di dunia ini, namun pembahasan kita sekarang ini adalah mengenai kediktatoran yang melahirkan kekerasan dan kesengsaraan bagi bangsanya sendiri. Tema ini diangkat sehubungan kepedulian hati terhadap sesama dengan harapan adanya hidup damai dalam berbangsa dan bernegara. Maka sejenak kita akan membahas beberapa hal sehubungan dengan tema di atas yakni mengenal “Pasifisme dan bagaimana Dalai Lama Berkeputusan meninggalkan jabatannya sebagai seorang pemimpin Negara?”
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum masuk dalam pembahasan kita ini sejenak kita membahas seputar dictator dan beberapa contohnya. Diktator dapat dikatakan adalah seorang pemimpin negara yang memerintah dengan otoriter atau dengan membentuk tirani dengan seringkali menggunakan sikap penindasan terhadap rakyatnya. Tak jarang terjadi atau bahkan menjadi hal yang biasa kalau pencapaian sebuah kekuasaan atau tahta dilakukan dengan cara kekerasan. Kekerasan itu pun dapat terjadi dan dikenakan jika seseorang yang memiliki paham, sikap, juga pandangan yang berbeda dengan pemimpin tersebut. Niscaya tindakan kekerasan demi sebuah kekuasaan tak terelakkan.
Istilah Diktatorisme adalah sebuah paham yang artinya diambil dari kata "diktator" artinya orang yang memerintah suatu negara/pemerintahan dengan hak-hak dan kekuasaan absolut dan -isme yang berarti sebuah pemahaman maka disimpulkan diktatorisme adalah sebuah paham yang dianut oleh suatu negara untuk dipimpin oleh seorang pemimpin otoriter yang mempunyai hak dan kewajiban absolut. Adapun diktatorisme cenderung lebih banyak dipraktikkan di negara-negara Eropa seperti Jerman, Polandia, Perancis, dan Italia. "
Maka kita sejenak perlu melihat beberapa daftar para penguasa yang menerapkan paham diktatorisme dalam menjalankan roda pemerintahannya.
NO NAMA MULAI JABATAN AKHIR JABATAN NEGARA
1 Napoleon Bonaparte
1804 1814 Perancis
2 Adolf Hitler
1935 1945 Jerman
3 Josef Stalin
1922 1953 Uni Soviet
4 Fransisco Franco
1936 1975 Spanyol
5 Mao Zedong
1949 1976 Republik Rakyat Cina
6 Pol Pot
1976 1979 Kamboja
7 Jean Bédel Bokassa
1966 1979 Afrika Tengah
8 Idi Amin Dada
1971 1979 Uganda
9 Kim Il-sung
1948 1972 Korea Utara
10 Saddam Hussein
1979 2003 Irak
11 Nicolae Ceausescu
1967 1989 Rumania
12 Slobodan Milosevic
1989 1997 Yugoslavia
13 Mobutu Sese Seko
1965 1997 Kongo
14 Augusto José Ramón Pinochet Ugarte
1974 1990 Chili
15 Francois Duvalier
1957 1971 Haiti
16 Benito Amilcare Andrea Mussolini
1922 1943 Italia
17 Soeharto
1967 1998 Indonesia
18 Ho Chi Minh
1945 1969 Vietnam Utara
19 Hosni Mubarak
1881 2011 Mesir
Daftar para diktator di atas merupakan tokoh-tokoh dunia yang terkenal dan tidak asing bagi kita. Sejarah telah mencatat bahwa mereka adalah orang-orang yang menyumbangkan banyak hal bagi negaranya. Maka ada dua buah pandangan yang ditawarkan dalam tulisan ini yakni dengan adanya system Pasifisme dan belajar dari Dalai lama. Pembahasan yang pertama berkenaan dengan Pasifisme.
Pasifisme adalah perlawanan terhadap perang atau kekerasan sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian. Pasifisme mencakup pandangan yang berspektrum luas yang merentang dari keyakinan bahwa pertikaian internasional dapat dan harus diselesaikan secara damai, hingga perlawanan mutlak terhadap penggunaan kekerasan, atau bahkan paksaan, dalam keadaan apapun.
Pasifisme dapat didasarkan pada prinsip atau pragmatisme. Pasifisme berprinsip (atau Deontologis) didasarkan pada keyakinan bahwa baik perang, penggunaan senjata maut, kekerasan atau kekuatan atau paksaan secara moral adalah salah. Pasifisme pragmatis (atau Konsekuensial) tidak memegang prinsip mutlak demikian melainkan menganggap ada cara-cara yang lebih baik untuk memecahkan suatu pertikaian daripada perang atau menganggap manfaat-manfaat perang tidak sebanding dengan ongkosnya
Sebagian orang, yang menganggap dirinya pasifis, kadang-kadang meskipun menentang perang, kenyataannya tidak menentang semua penggunaan kekerasan, kekuatan fisik terhadap orang lain atau perusakan terhadap harta milik. Kaum anti-militer, misalnya, secara spesifik wewenang lembaga-lembaga militer negara kebangsaan modern ketimbang mendukung "kekerasan" pada umumnya. Kaum pasifis lainnya mengikuti prinsip-prinsip anti-kekerasan, karena yakin bahwa hanya tindakan anti kekerasanlah yang dapat dibenarkan
Sekilas kita bisa membaca tulisan tentang Pasifisme bahwa ada beberapa istilah yang muncul dan menarik diperhatikan dari pandangan itu antara lain; damai, perang, kekerasan. Secara umum pasifisme cenderung mengarah ke arah damai dalam menyelesaikan permasalahan. Namun perlu kita lihat beberapa komentar dari tokoh-tokoh terkait pasifisme ini :
Mahatma Gandhi
Apa bedanya untuk yang mati, para yatim piatu, dan mereka yang kehilangan tempat bernaung, apakah penghancuran gila itu dilakukan atas nama totalitariansime atau nama yang suci dari kebebasan dan demokrasi?
Martin Luther King Jr.
Membalas kekerasan dengan kekerasan akan melipatgandakan kekerasan, menambahkan kekelaman yang lebih mendalam kepada malam yang sudah tidak berbintang. Kekelaman tidak dapat menghalau kekelaman: hanya terang yang dapat melakukannya. Kebencian tidak dapat menghalau kebencian: hanya cinta kasih yang dapat melakukannya. Kebencian melipatgandakan kebencian, kekerasan melipatgandakan kekerasan, dan ketegaran melipatgandakan ketegaran dalam lingkaran kehancuran yang kian mendalam ... Reaksi berantai dari kuasa jahat - kebencian melahirkan kebencian, peperangan menghasilkan lebih banyak lagi peperangan - harus dipatahkan, atau kita akan terjerumus ke dalam liang pemusnahan yang gelap.
George Jackson.
Konsep anti-kekerasan adalah sebuah gagasan keliru. Ia mempradugakan adanya cinta kasih dan rasa keadilan pada pihak lawan kita. Bila lawan ini hanya akan kehilangan segala-galanya dan tidak akan memetik keuntungan apapun dengan melaksanakan keadilan dan cinta kasih, reaksinya hanya mungkin negative
Ada banyak keragaman dan pendapat yang muncul dari para tokoh sehubungan dengan pasifisme tersebut namun bukan berarti pasifisme adalah satu-satunya pandangan atau sistem yang dipakai dalam mewujudkan sebuah perdamaian Negara.
Kemudian kita akan belajar juga bagaimana seorang pemimpin negara yaitu Dalai Lama berkecimpung sebagai seorang pemimpin spiritual dan pemimpin Negara. Tuilsan Asrudin
seorang Analis Media Sosial di LSI Network dan penulis buku Global Warming memberikan tulisannya dalam dunia maya mengenai Dalai Lama, filosofinya sekaligus refleksinya bagi bangsa ini. Dengan dihadirkan tulisan ini kiranya mampu memberikan inspirasi lain bagaimana para pemimpin bangsa mengelola bangsa dan negaranya dengan mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan sendiri dan mengarahkan pada perdamaian.
Asrudin-Analis Media Sosial di LSI Network dan penulis buku Global Warming
Ketika pemimpin negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah sibuk mengamankan kedudukannya akibat revolusi massa dan elit politik kita sibuk melakukan politik transaksional, pemimpin rakyat Tibet, Dalai Lama ke-14 (Tenzin Gyatso), justru mengumumkan rencana pengunduran dirinya sebagai pemimpin politik gerakan Tibet. Rencana pengunduran dirinya diumumkan dalam pidato pribadinya di Himalaya, Tibet, pada Kamis, 10 Maret 2011.
Dalam pidatonya, Lama mengimbau parlemen Tibet untuk segera mengubah konstitusi dan memilih perdana menteri baru. Lama akan melakukan perubahan yang membolehkannya mundur dari tanggung jawab politik pada pertemuan anggota parlemen Tibet di pengasingan Dharamsala (India Utara), bulan Maret ini.
Sejak awal 1960-an, Lama memang menghendaki Tibet menjadi sebuah negara yang demokratis. Lama menginginkan, pemimpin Tibet kelak adalah pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat. Karenanya keputusan Lama untuk mundur sebagai pemimpin politik Tibet adalah tepat dan benar jika dilihat dengan menggunakan kacamata demokrasi.
Keputusan Lama untuk mundur dari panggung politik adalah karena ia ingin fokus pada kegiatan-kegiatan spiritual saja. Ia ingin lepas dari kegiatan-kegiatan duniwai yang bersifat politis agar dirinya tidak terjebak pada hasrat kekuasaan semata.
Di tengah kebisingan politik dalam negeri, dimana para elit hanya sibuk memikirkan kekuasaan politik, mundurnya Lama tentu dapat menjadi cermin yang berharga bagaimana kita dapat melepaskan diri dari ego kekuasaan politik. Tulisan singkat ini berupaya untuk menyelami sosok Lama, dan apa yang dapat kita pelajari darinya tentang filosofi hidup kebajikan dan kepemimpinan politik.
Filosofi Dalai Lama
Meskipun Cina memandang Lama sebagai tokoh separatis berbahaya karena pemberontakan di Tibet pada 1959, tapi bagi para pengikutnya internasional, Lama dipercaya sebagai reinkarnasi ke-14 sang Budha.
Dalam wilayah spiritual dapat dikatakan bahwa sikap dan tingkah-laku Lama adalah perwujudan dari sikap dan tingkah laku Budha. Dalam ceramah dan pidatonya, Lama kerap melontarkan ajaran-ajaran Budha tentang perdamaian, seperti kedamaian batin dan kedamaian antarumat manusia.
Lama sangat membenci sifat pendendam, serakah, sirik, dan iri hati. Sesungguhnya, menurut Dalai Lama, sifat utama manusia itu adalah kelembutan. Memang Ilmu pengetahuan dan filsafat sering menggambarkan manusia sebagai sosok yang hanya mementingkan diri sendiri, tetapi sejarah juga mencatat bahwa manusia adalah mahluk yang peduli terhadap sesamanya. Sebagai contoh, musibah tsunami di Aceh dapat menggerakkan komunitas internasional untuk memberikan pertolongan. Ibarat bayi sebagai contoh mahluk sempurna umat manusia. Meskipun bayi dalam kehidupannya hanya memenuhi kebutuhan fisiologisnya, tetapi jika dilihat dari sudut pandang yang lain, Anda akan melihat kegembiraan yang diberikan si bayi kepada orang-orang disekitarnya. Bila kita melihat dunia ini bukan sebagai sesuatu yang agresif, dunia akan menjadi tempat yang aman dan damai bagi para penghuninya.
Untuk itu, Lama sering kali mengutarakan filosofinya tentang kebaikan dan tentang perdamaian,
”My philosophy is kindness. We live not to believe but to learn”, dan ”The love and compassion are the foundation for world peace at all levels”.
Filosofi Lama ini juga tampak dalam pernyataannya tentang agama, menurutnya ,“Agama itu sederhana. Tak butuh gereja, pura, masjid, kuil, wihara atau apapun yang disebut orang sebagai ‘rumah Tuhan’. Agama juga tak membutuhkan filsafat atau kitab-kitab yang serba canggih dan rumit. Sesungguhnyalah, akal dan nurani kita adalah rumah Tuhan yang sejati. Dan, filsafat dasarnya adalah kebajikan”.
Dalam wilayah politik, Lama juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijak dan tidak haus akan kekuasaan. Mundurnya Lama dari panggung politik Tibet menunjukkan bahwa dirinya tak pernah sedikitpun berambisi untuk terus menjadi pemimpin politik di Tibet dan bahkan dia mendorong Tibet untuk menjadi sebuah Negara yang demokratis dimana rakyat dapat menentukan siapa nantinya yang akan menjadi wakil mereka di parlemen Tibet. Tujuan Lama untuk mundur dari panggung politik Tibet adalah agar dirinya dapat fokus untuk mengajarkan kebaikan bagi umat manusia dan tidak terjebak dalam nafsu kekuasaan politik semata.
Sudut pandang filosofi Lama ini sesungguhnya dapat kita pahami di luar doktrin Buddha, karena pada dasarnya semua ajaran agama adalah mengajarkan kebajikan. Tepatnya, kita tidak sepenuhnya memahami eksistensi kita, maka yang lebih penting adalah bersikap baik terhadap sesama dan menjadikan dunia ini sebagai tempat yang lebih baik untuk dihuni. Dengan perintah sederhana ini, kita tahu pasti bahwa kita tidak akan salah langkah
Sebuah gambaran yang sungguh mengesankan dari sosok seorang Dalai Lama. Ia mampu menyadari dirinya sebagai seorang pemimpin yang tidak haus akan kekuasaan. Ada beberapa hal yang kiranya sungguh menarik dapat kita pelajari dari sosok Dalai Lama ini. Yang pertama, menjadi pemimpin adalah sebuah pilihan hidup. Hal ini memiliki maksud bahwa ia sekarang menjadi pemimpin Negara sekaligus pemimpin spiritual. Merupakan suatu hal yang luar biasa jika seseorang merelakan pilihan hidupnya demi mengejar suatu nilai yang lebih tinggi yakni mengajarkan nilai kebenaran. Kepemimpinannya sebagai kepala pemerintahan ia relakan dengan memilih menjadi seorang pemimpin spiritual dengan sebuah harapan bahwa demokratisasi rakyat Tibet dapat tercapai. Ada banyak konsekuensi didalamnya atas keputusannya mengundurkan diri sebagai pemimpin Tibet. Yang kedua, seorang pemimpin adalah seorang yang mengemban amanat rakyat. Bukan menguasai menurut kehendaknya sendiri akan tetapi merelakan diri membawa banyak orang sampai pada kedamaian. Yang ketiga, kesadaran seorang pemimpin. Seorang pemimpin bukan mencari kekuasaan yang berarti menguasai yang menenggelamkan rakyat dalam kesengsaraan akan tetapi pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya.
Dengan demikian adalah sebuah gambaran kontradiksi yang ditawarkan dalam tulisan ini. Mencari sosok pemimpin yang tidak haus kekuasaan adalah tepat kiranya, sebagai wacana yang kerap dilontarkan dan sampai saat ini masih dalam proses mencari siapa?
Maka pembahasan kita mengenai Kediktatoran, kekerasan, kesengsaraan semakin memperoleh gambarannya bahwa sebuah pemerintahan yang didasarkan pada paham diktatorisme tidak sedikit akan berdampak pada kekerasan dan kesengsaraan rakyat. Maka hal ini sudah terbukti dalam sejarah panjang dunia.
BAB III
KESIMPULAN
Dengan pemaparan sekian banyak dalam tulisan ini akan semakin menjelaskan wacana yang ditawarkan bahwa kediktatoran adalah salah satu gaya kepemimpinan yang menurut sejarah banyak dialami oleh berbagai Negara dan tidak sedikit hasilnya adalah kesengsaraan. Oleh karena itu tawaran pandangan Pasifisme yang mengedepankan perdamaian menjadi wacana menuju demokrasi damai. Di sisi lain sosok pemimpin yang diktator dilawankan dengan Dalai Lama yang mengedepankan kebenaran, dan damai.
Apakah ini adalah sebuah idealisme pemikiran atau utopia dimana realisasinya hanyalah sebuah angan-angan masa depan? Barangkali memang benar namun bukan berarti tidak bisa hal itu diwujudnyatakan. Maka ini bukanlah sebuah wacana yang sungguh mutlak dalam memberi solusi akan tema ini tetapi salah satu inspirasi ke depan dari sebuah wacana kepemimpinan Negara. Sebab dalam sebuah pola kepeminpinan Negara, demokrasi sebagai sebuah paham sudah banyak dianut namun tetap memilki sisi positif dan negative. Sedangkan pasifisme dan kepemimpinan Dalai Lama hanyalah sekedar dorongan pada kedamaian Negara yang dibawa oleh pemimpin yang tidak berambisi dalam arti negatif.
Maka sebagai simpulan ini semua, kita bersama belajar akan diktatorisme yang terbukti membawa sikap kekerasan yang berakibat kesengsaraan rakyat. Mungkinkah pasifisme dan pola kepemimpinan Dalai lama diwujudkan sekarang ini? Mengingat problem seperti di Libya tidak kunjung berhenti apalagi intervensi dari Negara-negara tertentu membawa suasana kekerasan dalam pencapaian usaha damai.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://dunia.vivanews.com/news/read/210780-ri-sesalkan-kekerasan-di-libya
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Diktator
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasifisme
4. ://suar.okezone.com/read/2011/03/20/58/436767/belajar-dari-dalai-lama
Jumat, 29 April 2011
HOMO FABER YANG MENANTI ATAU MENCIPTA
HOMO FABER YANG MENANTI ATAU MENCIPTA
BAB I
PENDAHULUAN
Ketika manusia semakin maju dalam berpikir dan berkarya maka manusia mampu mewujudkan dirinya dengan bekerja. Bekerja sebagai sarana perwujudan dirinya sebagai makhluk yang berakal budi dengan berbagai perpanjangan tangan dan teknik yang beragam. Berbagai macam kemajuan yang diraih dari hasil usaha manusia menujukkan bahwa manusia semakin maju. Semakin maju hasil yang dicapai semakin kompleks juga pernak-pernik didalamnya termasuk persoalan yang ada.
Manusia sebagai makhluk bekerja (Homo Faber) mewujudkan dirinya dengan bekerja yakni beraktivitas untuk kemajuan hidupnya. Semakin hari kemajuan yang dicapai semakin kompleks pula pekerjaan dan luasnya lahan pekerjaan yang diperlukan dari manusia itu sendiri. Maka seringkali terjadi zaman ini bahwa lahan dan manusia yang bekerja tidak berimbang sehingga menimbulkan pengangguran. Oleh karena itu pembahasan kita kali ini akan berbicara seputar pengangguran di negeri kita. Sebagai pengantar awal ada sebuah tulisan yang akan menginformasikan kepada kita tentang pengangguran.
Denpasar (ANTARA News) - Pengangguran di Indonesia kini mencapai 8,59 juta orang atau 7,41 persen dari total angkatan kerja di Nusantara sebanyak 116 juta orang.
"Angkatan kerja tersebut didominasi lulusan sekolah dasar (SD) 57,44 juta orang atau 49,42 persen," kata Dra Suwito Ardiyanto, SH,MH, widyaswara utama Bidang Penempatan Tenaga kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Denpasar,
Seusai tampil sebagai pembicara pada Lokakarya Pengembangan Jejaring Kerja Sama Penyuluhan dan Bimbingan Jabatan, formasi hasil penempatan tenaga kerja "10:3:2" ingga sekarang masih relevan.
Ia mencontohkan, apabila terdapat sepuluh orang pencari kerja hanya tersedia tiga lowongan pekerjaan dan dari tiga lowongan itu hanya dua yang bisa diisi, sementara satu lagi tidak bisa dipenuhi akibat tidak memiliki keterampilan.
Dari segi persaingan internasional hasil survei "World Economic Forum 2010" menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 54 dari 133 negara yang disurvei.
Dibanding dengan negara tetangga seperti Singapura yang menempati peringkat ketiga, Malaysia ke-24, Brunei Darussalam ke-32 dan Thailand ke-36, sehingga kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sangat parah.
Salah satu upaya dalam mengatasi masalah tersebut dengan meningkatkan kualitas penempatan tenaga kerja, yakni penempatan tenaga kerja pada jabatan yang tepat. Upaya tersebut dilakukan melalui meningkatkan peranan penyuluhan dan bimbingan jabatan (PBJ).
Suwito Ardiyanto menambahkan, PBJ mempunyai dua tugas pokok yang sangat penting untuk menempatkan pencari kerja dalam jabatan yang tepat serta menemukan tenaga kerja yang cocok dengan kebutuhan pengguna tenaga kerja.
Untuk menempatkan pencari kerja dalam jabatan yang tepat perlu memahami dunia kerja serta pengetahuan atas jenis-jenis pekerjaa atau jabatan beserta syarat-syaratnya.
Selain itu mengenali potensi diori, bakat, minat kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki pencari kerja serta mengenali kelemahan yang dimiliki, ujar Suwito Ardiyanto.
Artikel di atas memberikan gambaran sekilas bagi kita bagaimana situasi pengangguran saat ini. Betapa banyak jumlah penggangguran yang kita lihat di negeri ini. Dengan demikian apakah faktor penggangguran ini dapat dikurangi? Ataukah ada solusi bagaimana pengangguran itu dapat di atasi?
BAB II
PEMBAHASAN
Melihat bahwa penggangguran yang ada di Indonesia semakin meningkat di atas kisaran 1 juta orang lebih berarti jumlah calon pekerja juga tidaklah sedikit. Barangkali hal ini menjadi sesuatu hal yang perlu dilihat kembali sebagai fenomena anak bangsa yang harus disiapkan dengan tepat. Mengapa demikian? Sebab dari berbagai tingkat pekerja jumlahnya tidak sedikit yang menganggur. Maka akan kita lihat sejenak beberapa hal berkenaan dengan pengangguran.
Pengangguran atau tuna karya diartikan atau dikenakan untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, atau sedang mencari pekerjaan, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Definisi di atas kiranya dapat memberikan sedikit gambaran situasi seseorang dikatakan sebagai pengangguran. Kemudian akan kita lihat bersama macam-macam atau jenis pengangguran itu. Ada 3 jenis pengangguran yaitu pengangguran friksional, pengangguran musiman dan pengangguran siklikal. Yang pertama, Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya. Yang kedua, Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment) adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian. Yang ketiga, Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Setelah membahas tentang apa itu pengangguran dan jenisnya maka kita sekarang diajak semakin terbuka bahwa pengangguran itu disebabkan oleh faktor internal karena manusianya hanya menunggu suatu pekerjaan yang ditawarkan (pasif) atau manusia yang mampu mencipta sebuah pekerjaan (aktif) selain itu faktor eksternal dimana lahan pekerjaan terkait berbagai aspek seperti musim, situasi ekonomi dan sebagainya. Maka akan kita lihat bersama mengenai hakekat manusia yang hidup dan mampu menggunakan seluruh kemampuan dirinya. Salah satu hakekat manusia itu adalah manusia bekerja atau yang sering diistilahkan dengan Homo Faber dapat diterjemahkan sebagai berikut;
Homo Faber (dalam bahasa latin berarti manusia Smith atau Man Maker/Pencipta manusia, merujuk pada nama biologis untuk manusia “Homo sapien” yang berarti manusia bijaksana), adalah sebuah konsep yang dikemukakan oleh Hannah Arendt dan Max Scheler. Konsep ini merujuk pada manusia sebagai pengendali lingkungan dengan menggunakan peralatan. Henry Borgson di dalam buku “ The Creative Evolution” (1907), mendefinisikan kecerdasan sebagai tempat pengajaran untuk membuat dan memvariasi alat buatannya.
Dalam literature Latin, “Apius Claudius Caecus, menggunakan istilah sentesiae untuk menjelaskan kemampuan manusia mengontrol takdir dan segala sesuatu yang ada disekelilingnya : Homo Faber Suae Quisque Fortunae (setiap manusia berbuat sesuai takdirnya). Di dalam anthropologi, Homo faber (sebagai manusia pekerja) dibedakan dengan Homo ludens (manusia yang senang bermain, senang hiburan, humor dan rekreasi)
Dari definisi di atas kiranya jelas bahwa manusia dikatakan sebagai Homo Faber karena manusia memiliki akal budi yang tak hanya menunggu pekerjaan namun pembuat pekerjaan (Man the Maker).
Maka akan kita lihat beberapa hal yang menjadi penyebab dari pengangguran semakin meningkat antara lain; yang pertama, keterarahan pendidikan dengan dunia kerja yang belum optimal. Hal ini dimaksudkan bahwa dunia pendidikan tidak hanya mencetak seorang yang pandai, pintar atau pun memiliki intelektual yang cukup akan tetapi mampu membekali seseorang untuk sampai pada dunia kerja entah berupa pengetahuan atau keterampilan. Paling tidak jurang pemisah antara pendidikan dengan dunia pekerjaan tidak terlalu jauh. Yang kedua, antara lapangan kerja dengan pencari kerja tidak berimbang. Melihat bahwa lapangan kerja yang ada memiliki kriteria atau kualifikasi tertentu dalam menerima calon pekerja maka tentu saja dari sekian banyak calon pekerja yang mendaftar tidak akan masuk seluruhnya dalam kriteria yang harus dipenuhi. Maka konsekuensi yang harus dilihat adalah calon pekerja akan bertambah setiap tahunnya mengingat lapangan kerja tetap jumlahnya. Yang ketiga, kualitas manusia pekerja yang dihasilkan masih rendah, mengapa demikian? Hal ini seperti sudah di jelaskan di atas bahwa persiapan sebelum bekerja entah dalam arti pembekalan formal dan informal belum mampu bersaing dalam hal kualitas yang dihasilkan. Bisa jadi pendidikan formal maupun informal yang dilaksanakan hanya sekadar memenuhi standar minimal, demi ijasah yang diperlukan agar diterima kerja atau hanya sebagai lahan bisnis semata. Sehingga hal yang sungguh esensi dalam persiapan bekerja baik formal maupun informal adalah kualitas pendidikan itu sendiri diabaikan atau bukan menjadi hal yang pokok bagi masa depan calon pekerja. Jika demikian akan menjadi hal yang ironi bagi bangsa ini.
Oleh karena itu persoalan pengangguran yang ada di negeri ini bukan lagi menjadi persoalan pribadi si pencari kerja akan tetapi menjadi persoalan bersama. Maka yang ditawarkan dalam tulisan ini adalah bahwa kita kembali hakekat kita sebagai manusia bekerja (Homo Faber) yang mencipta bukan menunggu pekerjaan. Apabila kita aplikasikan dalam konteks secara luas bahwa Homo Faber diajak aktif dalam menciptakan seorang pekerja berkualitas yang mampu menciptakan lapangan kerja sendiri dengan kata lain berwirausaha. Hal ini kiranya bukan hal yang baru sebagai gagasan bagi banyak orang namun penulis sekadar ingin mengajak pembaca kembali ke hakekat manusia sebagai manusia bekerja yang sekarang ini harus bersaing. Sebab kehidupan ekonomi yang semakin berat, kemiskinan meningkat dan jumlah pengangguran semakin tak terkendali di berbagai daerah perlu pemikiran bersama antara pemerintah dan warganya. Regulasi-regulasi yang ada belumlah cukup dalam menanggulangi penggangguran namun alangkah lebih baik sedari dini hal ini sudah dipersiapkan sejak di bangku pendidikan.
BAB III
KESIMPULAN
Seluruh tulisan yang telah di paparkan di atas hanyalah sebuah inspirasi bersama bahwa manusia pada hakekatnya adalah manusia bekerja (Homo Faber) yakni mencipta pekerjaan (“Man the Smith” or “Man the Maker”); bukan lagi menunggu pekerjaan sebab menunggu pekerjaan adalah hal yang tidak relevan lagi. Sebab menunggu adalah suatu pekerjaan yang pasif dan kecenderungan membuat kebosanan jauh lebih besar potensinya ketimbang melakukan suatu aktivitas. Sebab dunia kerja saat ini adalah persaingan yang menuntut kualitas tertentu. Maka dalam hal ini seorang pekerja harus membekali dirinya dengan sungguh bukan sekadar mendapat standar minimal agar mencapai sebuah pekerjaan.
Maka upaya bersama untuk mengurangi jumah pengangguran di negeri ini perlu dilakukan agar beban Negara pun turut berkurang dan kesejahteraan rakyat juga megalami perbaikan meski dalam kurun waktu yang bertahap dan lama. Namun bukan berarti kita tidak bisa memerangi pengangguran yang ada. Semoga tulisan ini dapat menginspirasikan kita bersama bahwa perwujudan diri kita sebagai manusia bekerja hendaklah dimulai dari diri kita sendiri sebab suatu cita-cita atau harapan dapat dicapai atas dorongan dari dalam bukan menunggu sesuatu yang diluar.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran
2. http://antaranews.com/berita/230414/pengangguran-di-indonesia-capai-859-juta
3. http://elektrojoss.wordpress.com/2007/06/12/tiga-faktor-mendasar-penyebab-masih-tingginya-pengangguran-di-indonesia/
4. http://beritajitu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=407:pengangguran-di-indonesia-11-juta-orang&catid=34:nasional&Itemid=65
5. http://duniabaca.com/faktor-penyebab-pengangguran.html
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Homo_faber
7. http://www.jstor.org/pss/30204396
BAB I
PENDAHULUAN
Ketika manusia semakin maju dalam berpikir dan berkarya maka manusia mampu mewujudkan dirinya dengan bekerja. Bekerja sebagai sarana perwujudan dirinya sebagai makhluk yang berakal budi dengan berbagai perpanjangan tangan dan teknik yang beragam. Berbagai macam kemajuan yang diraih dari hasil usaha manusia menujukkan bahwa manusia semakin maju. Semakin maju hasil yang dicapai semakin kompleks juga pernak-pernik didalamnya termasuk persoalan yang ada.
Manusia sebagai makhluk bekerja (Homo Faber) mewujudkan dirinya dengan bekerja yakni beraktivitas untuk kemajuan hidupnya. Semakin hari kemajuan yang dicapai semakin kompleks pula pekerjaan dan luasnya lahan pekerjaan yang diperlukan dari manusia itu sendiri. Maka seringkali terjadi zaman ini bahwa lahan dan manusia yang bekerja tidak berimbang sehingga menimbulkan pengangguran. Oleh karena itu pembahasan kita kali ini akan berbicara seputar pengangguran di negeri kita. Sebagai pengantar awal ada sebuah tulisan yang akan menginformasikan kepada kita tentang pengangguran.
Denpasar (ANTARA News) - Pengangguran di Indonesia kini mencapai 8,59 juta orang atau 7,41 persen dari total angkatan kerja di Nusantara sebanyak 116 juta orang.
"Angkatan kerja tersebut didominasi lulusan sekolah dasar (SD) 57,44 juta orang atau 49,42 persen," kata Dra Suwito Ardiyanto, SH,MH, widyaswara utama Bidang Penempatan Tenaga kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Denpasar,
Seusai tampil sebagai pembicara pada Lokakarya Pengembangan Jejaring Kerja Sama Penyuluhan dan Bimbingan Jabatan, formasi hasil penempatan tenaga kerja "10:3:2" ingga sekarang masih relevan.
Ia mencontohkan, apabila terdapat sepuluh orang pencari kerja hanya tersedia tiga lowongan pekerjaan dan dari tiga lowongan itu hanya dua yang bisa diisi, sementara satu lagi tidak bisa dipenuhi akibat tidak memiliki keterampilan.
Dari segi persaingan internasional hasil survei "World Economic Forum 2010" menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 54 dari 133 negara yang disurvei.
Dibanding dengan negara tetangga seperti Singapura yang menempati peringkat ketiga, Malaysia ke-24, Brunei Darussalam ke-32 dan Thailand ke-36, sehingga kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sangat parah.
Salah satu upaya dalam mengatasi masalah tersebut dengan meningkatkan kualitas penempatan tenaga kerja, yakni penempatan tenaga kerja pada jabatan yang tepat. Upaya tersebut dilakukan melalui meningkatkan peranan penyuluhan dan bimbingan jabatan (PBJ).
Suwito Ardiyanto menambahkan, PBJ mempunyai dua tugas pokok yang sangat penting untuk menempatkan pencari kerja dalam jabatan yang tepat serta menemukan tenaga kerja yang cocok dengan kebutuhan pengguna tenaga kerja.
Untuk menempatkan pencari kerja dalam jabatan yang tepat perlu memahami dunia kerja serta pengetahuan atas jenis-jenis pekerjaa atau jabatan beserta syarat-syaratnya.
Selain itu mengenali potensi diori, bakat, minat kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki pencari kerja serta mengenali kelemahan yang dimiliki, ujar Suwito Ardiyanto.
Artikel di atas memberikan gambaran sekilas bagi kita bagaimana situasi pengangguran saat ini. Betapa banyak jumlah penggangguran yang kita lihat di negeri ini. Dengan demikian apakah faktor penggangguran ini dapat dikurangi? Ataukah ada solusi bagaimana pengangguran itu dapat di atasi?
BAB II
PEMBAHASAN
Melihat bahwa penggangguran yang ada di Indonesia semakin meningkat di atas kisaran 1 juta orang lebih berarti jumlah calon pekerja juga tidaklah sedikit. Barangkali hal ini menjadi sesuatu hal yang perlu dilihat kembali sebagai fenomena anak bangsa yang harus disiapkan dengan tepat. Mengapa demikian? Sebab dari berbagai tingkat pekerja jumlahnya tidak sedikit yang menganggur. Maka akan kita lihat sejenak beberapa hal berkenaan dengan pengangguran.
Pengangguran atau tuna karya diartikan atau dikenakan untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, atau sedang mencari pekerjaan, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Definisi di atas kiranya dapat memberikan sedikit gambaran situasi seseorang dikatakan sebagai pengangguran. Kemudian akan kita lihat bersama macam-macam atau jenis pengangguran itu. Ada 3 jenis pengangguran yaitu pengangguran friksional, pengangguran musiman dan pengangguran siklikal. Yang pertama, Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya. Yang kedua, Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment) adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian. Yang ketiga, Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Setelah membahas tentang apa itu pengangguran dan jenisnya maka kita sekarang diajak semakin terbuka bahwa pengangguran itu disebabkan oleh faktor internal karena manusianya hanya menunggu suatu pekerjaan yang ditawarkan (pasif) atau manusia yang mampu mencipta sebuah pekerjaan (aktif) selain itu faktor eksternal dimana lahan pekerjaan terkait berbagai aspek seperti musim, situasi ekonomi dan sebagainya. Maka akan kita lihat bersama mengenai hakekat manusia yang hidup dan mampu menggunakan seluruh kemampuan dirinya. Salah satu hakekat manusia itu adalah manusia bekerja atau yang sering diistilahkan dengan Homo Faber dapat diterjemahkan sebagai berikut;
Homo Faber (dalam bahasa latin berarti manusia Smith atau Man Maker/Pencipta manusia, merujuk pada nama biologis untuk manusia “Homo sapien” yang berarti manusia bijaksana), adalah sebuah konsep yang dikemukakan oleh Hannah Arendt dan Max Scheler. Konsep ini merujuk pada manusia sebagai pengendali lingkungan dengan menggunakan peralatan. Henry Borgson di dalam buku “ The Creative Evolution” (1907), mendefinisikan kecerdasan sebagai tempat pengajaran untuk membuat dan memvariasi alat buatannya.
Dalam literature Latin, “Apius Claudius Caecus, menggunakan istilah sentesiae untuk menjelaskan kemampuan manusia mengontrol takdir dan segala sesuatu yang ada disekelilingnya : Homo Faber Suae Quisque Fortunae (setiap manusia berbuat sesuai takdirnya). Di dalam anthropologi, Homo faber (sebagai manusia pekerja) dibedakan dengan Homo ludens (manusia yang senang bermain, senang hiburan, humor dan rekreasi)
Dari definisi di atas kiranya jelas bahwa manusia dikatakan sebagai Homo Faber karena manusia memiliki akal budi yang tak hanya menunggu pekerjaan namun pembuat pekerjaan (Man the Maker).
Maka akan kita lihat beberapa hal yang menjadi penyebab dari pengangguran semakin meningkat antara lain; yang pertama, keterarahan pendidikan dengan dunia kerja yang belum optimal. Hal ini dimaksudkan bahwa dunia pendidikan tidak hanya mencetak seorang yang pandai, pintar atau pun memiliki intelektual yang cukup akan tetapi mampu membekali seseorang untuk sampai pada dunia kerja entah berupa pengetahuan atau keterampilan. Paling tidak jurang pemisah antara pendidikan dengan dunia pekerjaan tidak terlalu jauh. Yang kedua, antara lapangan kerja dengan pencari kerja tidak berimbang. Melihat bahwa lapangan kerja yang ada memiliki kriteria atau kualifikasi tertentu dalam menerima calon pekerja maka tentu saja dari sekian banyak calon pekerja yang mendaftar tidak akan masuk seluruhnya dalam kriteria yang harus dipenuhi. Maka konsekuensi yang harus dilihat adalah calon pekerja akan bertambah setiap tahunnya mengingat lapangan kerja tetap jumlahnya. Yang ketiga, kualitas manusia pekerja yang dihasilkan masih rendah, mengapa demikian? Hal ini seperti sudah di jelaskan di atas bahwa persiapan sebelum bekerja entah dalam arti pembekalan formal dan informal belum mampu bersaing dalam hal kualitas yang dihasilkan. Bisa jadi pendidikan formal maupun informal yang dilaksanakan hanya sekadar memenuhi standar minimal, demi ijasah yang diperlukan agar diterima kerja atau hanya sebagai lahan bisnis semata. Sehingga hal yang sungguh esensi dalam persiapan bekerja baik formal maupun informal adalah kualitas pendidikan itu sendiri diabaikan atau bukan menjadi hal yang pokok bagi masa depan calon pekerja. Jika demikian akan menjadi hal yang ironi bagi bangsa ini.
Oleh karena itu persoalan pengangguran yang ada di negeri ini bukan lagi menjadi persoalan pribadi si pencari kerja akan tetapi menjadi persoalan bersama. Maka yang ditawarkan dalam tulisan ini adalah bahwa kita kembali hakekat kita sebagai manusia bekerja (Homo Faber) yang mencipta bukan menunggu pekerjaan. Apabila kita aplikasikan dalam konteks secara luas bahwa Homo Faber diajak aktif dalam menciptakan seorang pekerja berkualitas yang mampu menciptakan lapangan kerja sendiri dengan kata lain berwirausaha. Hal ini kiranya bukan hal yang baru sebagai gagasan bagi banyak orang namun penulis sekadar ingin mengajak pembaca kembali ke hakekat manusia sebagai manusia bekerja yang sekarang ini harus bersaing. Sebab kehidupan ekonomi yang semakin berat, kemiskinan meningkat dan jumlah pengangguran semakin tak terkendali di berbagai daerah perlu pemikiran bersama antara pemerintah dan warganya. Regulasi-regulasi yang ada belumlah cukup dalam menanggulangi penggangguran namun alangkah lebih baik sedari dini hal ini sudah dipersiapkan sejak di bangku pendidikan.
BAB III
KESIMPULAN
Seluruh tulisan yang telah di paparkan di atas hanyalah sebuah inspirasi bersama bahwa manusia pada hakekatnya adalah manusia bekerja (Homo Faber) yakni mencipta pekerjaan (“Man the Smith” or “Man the Maker”); bukan lagi menunggu pekerjaan sebab menunggu pekerjaan adalah hal yang tidak relevan lagi. Sebab menunggu adalah suatu pekerjaan yang pasif dan kecenderungan membuat kebosanan jauh lebih besar potensinya ketimbang melakukan suatu aktivitas. Sebab dunia kerja saat ini adalah persaingan yang menuntut kualitas tertentu. Maka dalam hal ini seorang pekerja harus membekali dirinya dengan sungguh bukan sekadar mendapat standar minimal agar mencapai sebuah pekerjaan.
Maka upaya bersama untuk mengurangi jumah pengangguran di negeri ini perlu dilakukan agar beban Negara pun turut berkurang dan kesejahteraan rakyat juga megalami perbaikan meski dalam kurun waktu yang bertahap dan lama. Namun bukan berarti kita tidak bisa memerangi pengangguran yang ada. Semoga tulisan ini dapat menginspirasikan kita bersama bahwa perwujudan diri kita sebagai manusia bekerja hendaklah dimulai dari diri kita sendiri sebab suatu cita-cita atau harapan dapat dicapai atas dorongan dari dalam bukan menunggu sesuatu yang diluar.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran
2. http://antaranews.com/berita/230414/pengangguran-di-indonesia-capai-859-juta
3. http://elektrojoss.wordpress.com/2007/06/12/tiga-faktor-mendasar-penyebab-masih-tingginya-pengangguran-di-indonesia/
4. http://beritajitu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=407:pengangguran-di-indonesia-11-juta-orang&catid=34:nasional&Itemid=65
5. http://duniabaca.com/faktor-penyebab-pengangguran.html
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Homo_faber
7. http://www.jstor.org/pss/30204396
KEKERASAN PADA ANAK
BAB I
KEKERASAN PADA ANAK
Seiring berkembangnya zaman dan berbagai kemajuan yang ada, kehidupan manusia dalam mengelola hidupnya juga semakin kompleks. Bukan hanya persoalan memenuhi kebutuhan hidup yang semakin berat (Faktor ekonomi), individualisme, konsumerisme, persaingan hingga kesadaran untuk melindungi anak-anak secara khusus. Pembahasan kita saat ini akan berfokus pada kekerasan anak yang tidak akan pernah berlalu begitu saja dalam benak kita. Mengapa hal ini menjadi sesuatu hal yang perlu dicermati bersama?
Anak-anak yang lahir dalam sebuah keluarga memiliki hak untuk hidup baik dalam keluarganya maupun di masyarakat dimana ia berada termasuk didalamnya dilindungi oleh bangsa ini. Sebab anak-anak adalah aset sekaligus generasi yang bertanggungjawab pada kelangsungan hidup di kemudian hari. Jika keluarga dan bangsa ini tidak bisa mempersiapkan mereka dengan baik entah apa yang akan terjadi kelak pada generasi pemimpin kita. Hidup yang dikelola saat ini bukannya lebih baik namun akan menjadi mimpi buruk di kemudian hari. Hal ini kiranya yang harus diperhatikan oleh kita semua bahwa kekerasan terhadap anak yang semakin marak perlu ada tanggapan serius bersama. Ada beberapa hal yang bisa kita bahas bersama terkait kekerasan terhadap anak sebagai fokus tema kita. Kekerasan sendiri sebagai bentuk ekspresi diri baik secara verbal maupun fisik yang cenderung mengarahkan diri pada agresifitas yang merenggut kebebasan dan martabat manusia. Dalam hal ini anak-anak sebagai sasaran dari tindak kekerasan itu. Kita pasti tahu bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa, mereka secara lahir dan batin jelas berbeda apalagi dalam perlakuan hukum. Bukan menjadi barang baru jika anak-anak sudah mengalami tindak kekerasan sejak dahulu kala
Anak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia, karena pasa masa anak-anaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang dibentuk baik yang bersumber dari fungsi otak maupun emosionalnya. "Berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya
Arist Merdeka Sirait mengatakan, demi kepentingan terbaik anak perlu diambil langkah-langkah segera melalui komitmen negara, masyarakat dan pemerintah. Komnas PA mendesak setiap orang untuk segera menghentikan kekerasan terhadap anak serta merubah paradigma pendisiplinan dengan kekerasan menjadi kasih sayang, komunikatif, dan dialogis
BAB II
PEMABAHASAN
Kekerasan yang terjadi pada anak adalah sebuah realita keluarga, masyarakat dan negeri ini yang tetap berjalan seiring berkembangnya zaman ini. Anak-anak adalah makhluk lemah dan rawan akan terjadinya tindakan kekerasan sampai pada eksploitasi. Mungkin sebagian dari kita mengetahui kisah tragis seorang anak bernama Arie Hanggara di tahun 1980-an? Betapa sang anak disiksa tanpa henti-hentinya untuk kesalahan yang hanya sepele saja. Tidak perlu seorang Arie Hanggara almarhum, bahkan dewasa ini di surat-surat kabar kita pun, banyak berita kekerasan terhadap anak., Seperti halnya kasus-kasus dibawah ini;
Di tahun 2006 baru menginjak tanggal pertengahan. Tapi masyarakat Indonesia lagi-lagi mesti mengurut dada. Belum habis cerita tentang bencana alam, publik dihadapkan pada empat kasus kekerasan pada anak yang terjadi beruntun. Empat anak, dua diantaranya masih balita menambah panjang daftar anak yang menjadi korban kekerasan fisik, psikis hingga seksual di negeri ini.
Tragisnya kisah mereka bukan cuma karena dua nyawa korban melayang. Namun sang algojo yang ternyata orang tua serta orang terdekat mereka. Lintang, 3,3 tahun harus meregang nyawa setelah sembilan hari berjuang dengan rasa nyeri dan pedih di sekujur tubuhnya. Yeni, ibu kandungnya yang mengaku kesal karena tekanan ekonomi keluarga serta kebiasaan suaminya yang kerap mabuk-mabukan menyiramkan minyak tanah pada tubuh kedua anak kandungnya. Nasib baik masih berpihak pada adik Lintang, Indah, 12 bulan yang berhasil melewati masa kritis. Kini Indah bersiap pulang ke rumah. Namun, ia tak akan dapat bertemu Yeni maupun Buyung ayahnya. Buyung turut diseret ke muka hukum karena dianggap lalai sehingga peristiwa mengenaskan itu terjadi.
Berselang beberapa hari, giliran Eka, 9 tahun, yang mesti meregang nyawa. Cekikan maut ibu tirinya bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan anak perempuan berambut ikal ini kehilangan nyawa. Selama setahun, Eka menerima menjadi korban kekerasan seksual oleh paman tirinya, Ambo Ase. Eka bukan cuma diperkosa namun juga disodomi. Tak berani melapor pada ibu tirinya yang setiap harinya tak pernah bersikap ramah pada Eka, bocah kecil itu menyimpan kisah penderitaannya sendirian. Pasalnya, melapor pada ayah kandungnya juga bukan pilihan tepat. Ayahnya gemar mabuk dan memukul ibu tirinya. Eka menghembuskan nafas terakhir setelah ibu tirinya mencekik lehernya, tak lama berselang setelah Eka diperkosa Ambo Ase. Tangisan Eka yang merasa kesakitan setelah disodomi, mengganggu tidur siang sang ibu tiri. Akumulasi masalah ekonomi dan dendam lama pada ayah kandung Eka membuat sang ibu tega mengakhiri hidup anak tirinya.
Belum habis cerita Eka, kisah yang terjadi pada Siti Ihtiatuh Solihah pun mengemuka. Punggung Eka disetrika ayah kandungnya usai diinterogasi karena dituduh mencuri uang ayahnya. Sebelumnya, tubuh Eka pun dihujani cubitan oleh ibu kandungnya. Buat Juhandi, ayahnya yang pengangguran , uang Rp 10.000 yang diduga dicuri Tia memang sangat berharga. Juhandi pun memiliki sejarah panjang dalam melakukan tindakan kekerasan pada istri dan anaknya. Kini, kendati Tia telah hampir pulih, trauma psikis membuat Tia dengan lantang menyebut ia sangat membenci ayahnya dan tak akan memaafkannya.
"Inilah yang terjadi ketika kompleksnya masalah ekonomi hingga sosial berakumulasi. Anak, sebagai anggota keluarga terlemah menjadi korban. Jika pemicunya, yaitu masalah berat dan kompleks yang dihadapi bangsa ini tak segera diperbaiki, bukannya tak mungkin berita-berita seperti ini akan menjadi santapan kita sehari-hari," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi.
Seto bahkan memprediksi, kasus kekerasan akan terus bertambah, dengan kuantitas dan jenis yang semakin horor. Pasalnya, hingga kini peristiwa beruntun ini belum ditanggapi serius oleh para pengambil keputusan.
Hingga kini, Seto melihat kasus-kasus itu hanya dilihat sebagai peristiwa kriminalitas yang datang dan pergi setiap hari. Padahal, kisah ironis yang terjadi pada tahun yang dicanangkan sebagai tahun anti kekerasan pada anak oleh Komnas PA serta Depsos ini layak dijadikan cermin bobroknya kondisi bangsa.
Rachma Fitria, aktivis Komnas PA, menegaskan,dengan mudah kita dapat melihat akar permasalahan pada kasus-kasus ini . Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami pada istri dan anaknya menjadi pemicu utama. Sementara tekanan ekonomi yang membuat rakyat kecil kian megap-megap membuat istri setiap hari berkutat dengan kesulitan hidup membuat mereka kehilangan akal sehatnya. Anak pun kemudian menjadi pelampiasan amarah orang tuanya. Tak cukup begitu, di mata pelkau kekerasan seksual, anak dilihat tidak lebih sebagai pemuas nafsu yang murah meriah.
"Inilah akibatnya ketika lima faktor pemicu kekerasan pada anak yaitu degradasi moral, kesalahan pola asuh, paparan media, tingginya kekerasan dalam rumah tangga serta kekerasan negera berpadu jadi satu
Realitas yang biasa kita lihat bersama , ada banyak motif dan kepentingan yang melatarbelakangi mengapa kekerasan terhadap anak itu terjadi dengan mudahnya. Faktor-faktor apa saja yang bisa memungkinkan kekerasan itu terjadi? Bagaimana hak anak-anak yang mengalami tindak kekerasan tersebut? Masih banyak pertanyaan yang akan muncul dari sini. Oleh karena itu kita akan melihat beberapa hal yang kiranya dapat membantu wawasan kita sehubungan dengan tema ini.
Yang pertama mengenai seperti yang sudah diutarakan dalam artikel di atas, bahwa anak-anak memiliki empat hak (sesuai konvensi Hak Anak yang diadopsi Majelis Umum PBB 1989)
• Hak untuk hidup, sejak semula kehidupan itu tercipta dalam rahim seorang ibu sejak itu pula kehidupan seorang individu harus dilindungi dan berhak atas kehidupannya.
• Hak untuk tumbuh berkembang, ada sebuah tanggungjawab secara berkelanjutan atas anak yang sedang mengalami dunianya yakni perawatan agar si anak dapat tumbuh dan berkembang.
• Hak untuk perlindungan, dilihat bahwa anak adalah pribadi yang lemah dan perlu mendapat perlindungan dari mereka yang lebih kuat dan dewasa agar segala sesuatu yang mengancam kehidupan si anak dapat terhindarkan.
• Hak untuk berpartisipasi, hak ini semakin terasa sekali ketika si anak mulai menampakkan dirinya, hidup bersama dengan yang lain yakni bersosialisasi dan mewujudkan jati dirinya bersama dengan yang lain. Meski partisipasi yang diwujudkan si anak sesuai dunianya.
Dari keempat hak tersebut di atas kiranya ada sebuah wacana bagi kita semua bahwa anak-anak perlu mendapat perlindungan dari siapa saja yang lebih kuat dan dewasa. Entah si anak itu bukan anak sendiri namun ada sebuah tanggungjawab moral bersama. Ada berbagai macam bentuk perlindungan dan pendampingan yang sifatnya aksidental maupun berkelanjutan. Oleh karena itu anak-anak sebagai bagian dari warga Negara berhak atas perlindungan dari Negara entah dalam bentuk regulasi maupun sarana dan prasarana lain yang dimungkinkan sebab sekarang ini persoalan kekerasan terhadap anak bukannya semakin sedikit akan tetapi semakin kompleks.
Maka kita akan melihat sejenak beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan terhadap anak kerap terjadi. Yang pertama faktor kemiskinan; tidak perlu dipungkiri bahwa kehidupan bangsa ini mengalami pasang surut dalam hal kehidupan ekonomi. Jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan semakin bertambah. Berbagai persoalan seputar kemiskinan tidak akan pernah selesai. Kebutuhan hidup yang semakin berat, tidak jarang anak-anak diikutsertakan dalam urusan kerja meski terlalu dini. Dari sinilah kiranya semakin marak tindak kekerasan terjadi hingga eksploitasi. Yang kedua faktor pengetahuan orang tua; tentu tidak bisa kita begitu saja orang tua anak disalahkan akan hal ini sebab latarbelakang pendidikan orang tua juga terbatas. Namun kiranya perlu pendidikan tentang anak bagi orang tua sebab dunia anak sekarang berbeda dengan yang dahulu. Yang ketiga faktor keefektifan peraturan; seringkali persoalan kekerasan terhadap anak berhenti pada sidang hukum namun bukan memberi solusi maupun efek jera akan tetapi menambah persoalan baru. Maka persoalan kekerasan terhadap anak sejauh mana hukum bisa bertindak ataukah cukup dengan pembicaraan kekeluargaan? Yang keempat faktor psikologi orang tua (tulisan Lianny Solihin), faktor ini meliputi pengaruh sikap orang tua terhadap anak, otoriter orang tua terhadap anak, pandangan orang tua terhadap anak, kematangan emosional orang tua dan pengaruhnya, membina hubungan baik orang tua dan anak. Faktor-faktor di atas kiranya hanyalah beberapa faktor yang berpotensi terjadinya kekerasan terhadap anak. Barangkali masih banyak lagi faktor seiring dengan berkembangnya waktu.
BAB III
KESIMPULAN
Ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari pembahasan di atas yakni terkait dengan kekerasan terhadap anak-anak. Dimana semuanya itu masih terbuka akan sebuah kritik, masukan, sanggahan dan sebagainya. Mengapa demikian? Sebab tema ini bukanlah hal yang baru dan tentu saja sudah banyak berbagai tulisan dan ide bahkan pandangan-pandangan mengenai hal ini. Oleh karena itu beberap hal akan disampaikan sebagai simpulan.
Yang pertama, bagaimana hak anak perlu kita ketahui sebagai sebuah sebuah sesuatu yang penting karena semakin modern masyarakat sekarang ini semakin bertambah maju dan berkembangnya sebuah pengetahuan dan pengalaman dengan menuntut banyak hal yang harus diketahui. Yang kedua, faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak dapat dilihat dalam dua sisi yakni internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor si pengasuh seperti orang tua atau sanak saudara bahkan orang lain sekalipun. Faktor eksternal adalah lingkungan sekitar yang mampu memberi dampak yang tidak sedikit bagi perkembangan anak. Yang ketiga, sarana apa saja kiranya yang dapat mengurangi atau mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak seperti adanya regulasi dari negara yang sekiranya mampu mencegah terjadinya tindak kekerasan itu atau bahkan memberikan efek jera dan perlu adanya efektifitas pelaksanaan hukum. Selain itu kesadaran masyarakat terhadap persoalan ini membuat kepekaan terhadap berbagai persoalan yang menyangkut tindak kekerasan dapat dicegah bersama. Termasuk didalamnya sikap menyelesaikan persoalan dengan cara kekeluargaan.
Oleh karena itu beberapa hal yang telah dibicarakan di atas hanyalah berupa ide yang akan dibangun bersama dalam realitas kehidupan kita. Kenyataan bahwa anak sedari dini rawan akan terjadinya tindak kekerasan maka alangkah lebih baik dibangun sebuah kerjasama antara para orang tua, lembaga masyarakat dan juga pemerintah sendiri. Sebab tidak mungkin terjadi pencegahan atau penanganan tanpa ada sebuah kerjasama antar pihak. Meski demikian tidak ada jaminan seratus persen berbagai persoalan dapat terselesaikan namun paling tidak persoalan seputar kekerasan terhadap anak-anak bangsa selalu ada dan perlu perhatian bersama. Bersama dengan tulisan ini kiranya kita semakin terbuka akan berbagai persoalan kita sebagai anak bangsa untuk turut serta membantu walau hanya sebatas tulisan.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia
2. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=1042&tbl=psejati
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Yu_Youjun
4. http://www.kapanlagi.com/h/old/0000161755.html
5. http://www.menegpp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=70
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Hak_Asasi_Manusia
7. Lianny Solihin, Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga, Jurnal Pendidikan Penabur-No.03/Th.III/Desember 2004
KEKERASAN PADA ANAK
Seiring berkembangnya zaman dan berbagai kemajuan yang ada, kehidupan manusia dalam mengelola hidupnya juga semakin kompleks. Bukan hanya persoalan memenuhi kebutuhan hidup yang semakin berat (Faktor ekonomi), individualisme, konsumerisme, persaingan hingga kesadaran untuk melindungi anak-anak secara khusus. Pembahasan kita saat ini akan berfokus pada kekerasan anak yang tidak akan pernah berlalu begitu saja dalam benak kita. Mengapa hal ini menjadi sesuatu hal yang perlu dicermati bersama?
Anak-anak yang lahir dalam sebuah keluarga memiliki hak untuk hidup baik dalam keluarganya maupun di masyarakat dimana ia berada termasuk didalamnya dilindungi oleh bangsa ini. Sebab anak-anak adalah aset sekaligus generasi yang bertanggungjawab pada kelangsungan hidup di kemudian hari. Jika keluarga dan bangsa ini tidak bisa mempersiapkan mereka dengan baik entah apa yang akan terjadi kelak pada generasi pemimpin kita. Hidup yang dikelola saat ini bukannya lebih baik namun akan menjadi mimpi buruk di kemudian hari. Hal ini kiranya yang harus diperhatikan oleh kita semua bahwa kekerasan terhadap anak yang semakin marak perlu ada tanggapan serius bersama. Ada beberapa hal yang bisa kita bahas bersama terkait kekerasan terhadap anak sebagai fokus tema kita. Kekerasan sendiri sebagai bentuk ekspresi diri baik secara verbal maupun fisik yang cenderung mengarahkan diri pada agresifitas yang merenggut kebebasan dan martabat manusia. Dalam hal ini anak-anak sebagai sasaran dari tindak kekerasan itu. Kita pasti tahu bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa, mereka secara lahir dan batin jelas berbeda apalagi dalam perlakuan hukum. Bukan menjadi barang baru jika anak-anak sudah mengalami tindak kekerasan sejak dahulu kala
Anak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia, karena pasa masa anak-anaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang dibentuk baik yang bersumber dari fungsi otak maupun emosionalnya. "Berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya
Arist Merdeka Sirait mengatakan, demi kepentingan terbaik anak perlu diambil langkah-langkah segera melalui komitmen negara, masyarakat dan pemerintah. Komnas PA mendesak setiap orang untuk segera menghentikan kekerasan terhadap anak serta merubah paradigma pendisiplinan dengan kekerasan menjadi kasih sayang, komunikatif, dan dialogis
BAB II
PEMABAHASAN
Kekerasan yang terjadi pada anak adalah sebuah realita keluarga, masyarakat dan negeri ini yang tetap berjalan seiring berkembangnya zaman ini. Anak-anak adalah makhluk lemah dan rawan akan terjadinya tindakan kekerasan sampai pada eksploitasi. Mungkin sebagian dari kita mengetahui kisah tragis seorang anak bernama Arie Hanggara di tahun 1980-an? Betapa sang anak disiksa tanpa henti-hentinya untuk kesalahan yang hanya sepele saja. Tidak perlu seorang Arie Hanggara almarhum, bahkan dewasa ini di surat-surat kabar kita pun, banyak berita kekerasan terhadap anak., Seperti halnya kasus-kasus dibawah ini;
Di tahun 2006 baru menginjak tanggal pertengahan. Tapi masyarakat Indonesia lagi-lagi mesti mengurut dada. Belum habis cerita tentang bencana alam, publik dihadapkan pada empat kasus kekerasan pada anak yang terjadi beruntun. Empat anak, dua diantaranya masih balita menambah panjang daftar anak yang menjadi korban kekerasan fisik, psikis hingga seksual di negeri ini.
Tragisnya kisah mereka bukan cuma karena dua nyawa korban melayang. Namun sang algojo yang ternyata orang tua serta orang terdekat mereka. Lintang, 3,3 tahun harus meregang nyawa setelah sembilan hari berjuang dengan rasa nyeri dan pedih di sekujur tubuhnya. Yeni, ibu kandungnya yang mengaku kesal karena tekanan ekonomi keluarga serta kebiasaan suaminya yang kerap mabuk-mabukan menyiramkan minyak tanah pada tubuh kedua anak kandungnya. Nasib baik masih berpihak pada adik Lintang, Indah, 12 bulan yang berhasil melewati masa kritis. Kini Indah bersiap pulang ke rumah. Namun, ia tak akan dapat bertemu Yeni maupun Buyung ayahnya. Buyung turut diseret ke muka hukum karena dianggap lalai sehingga peristiwa mengenaskan itu terjadi.
Berselang beberapa hari, giliran Eka, 9 tahun, yang mesti meregang nyawa. Cekikan maut ibu tirinya bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan anak perempuan berambut ikal ini kehilangan nyawa. Selama setahun, Eka menerima menjadi korban kekerasan seksual oleh paman tirinya, Ambo Ase. Eka bukan cuma diperkosa namun juga disodomi. Tak berani melapor pada ibu tirinya yang setiap harinya tak pernah bersikap ramah pada Eka, bocah kecil itu menyimpan kisah penderitaannya sendirian. Pasalnya, melapor pada ayah kandungnya juga bukan pilihan tepat. Ayahnya gemar mabuk dan memukul ibu tirinya. Eka menghembuskan nafas terakhir setelah ibu tirinya mencekik lehernya, tak lama berselang setelah Eka diperkosa Ambo Ase. Tangisan Eka yang merasa kesakitan setelah disodomi, mengganggu tidur siang sang ibu tiri. Akumulasi masalah ekonomi dan dendam lama pada ayah kandung Eka membuat sang ibu tega mengakhiri hidup anak tirinya.
Belum habis cerita Eka, kisah yang terjadi pada Siti Ihtiatuh Solihah pun mengemuka. Punggung Eka disetrika ayah kandungnya usai diinterogasi karena dituduh mencuri uang ayahnya. Sebelumnya, tubuh Eka pun dihujani cubitan oleh ibu kandungnya. Buat Juhandi, ayahnya yang pengangguran , uang Rp 10.000 yang diduga dicuri Tia memang sangat berharga. Juhandi pun memiliki sejarah panjang dalam melakukan tindakan kekerasan pada istri dan anaknya. Kini, kendati Tia telah hampir pulih, trauma psikis membuat Tia dengan lantang menyebut ia sangat membenci ayahnya dan tak akan memaafkannya.
"Inilah yang terjadi ketika kompleksnya masalah ekonomi hingga sosial berakumulasi. Anak, sebagai anggota keluarga terlemah menjadi korban. Jika pemicunya, yaitu masalah berat dan kompleks yang dihadapi bangsa ini tak segera diperbaiki, bukannya tak mungkin berita-berita seperti ini akan menjadi santapan kita sehari-hari," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi.
Seto bahkan memprediksi, kasus kekerasan akan terus bertambah, dengan kuantitas dan jenis yang semakin horor. Pasalnya, hingga kini peristiwa beruntun ini belum ditanggapi serius oleh para pengambil keputusan.
Hingga kini, Seto melihat kasus-kasus itu hanya dilihat sebagai peristiwa kriminalitas yang datang dan pergi setiap hari. Padahal, kisah ironis yang terjadi pada tahun yang dicanangkan sebagai tahun anti kekerasan pada anak oleh Komnas PA serta Depsos ini layak dijadikan cermin bobroknya kondisi bangsa.
Rachma Fitria, aktivis Komnas PA, menegaskan,dengan mudah kita dapat melihat akar permasalahan pada kasus-kasus ini . Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami pada istri dan anaknya menjadi pemicu utama. Sementara tekanan ekonomi yang membuat rakyat kecil kian megap-megap membuat istri setiap hari berkutat dengan kesulitan hidup membuat mereka kehilangan akal sehatnya. Anak pun kemudian menjadi pelampiasan amarah orang tuanya. Tak cukup begitu, di mata pelkau kekerasan seksual, anak dilihat tidak lebih sebagai pemuas nafsu yang murah meriah.
"Inilah akibatnya ketika lima faktor pemicu kekerasan pada anak yaitu degradasi moral, kesalahan pola asuh, paparan media, tingginya kekerasan dalam rumah tangga serta kekerasan negera berpadu jadi satu
Realitas yang biasa kita lihat bersama , ada banyak motif dan kepentingan yang melatarbelakangi mengapa kekerasan terhadap anak itu terjadi dengan mudahnya. Faktor-faktor apa saja yang bisa memungkinkan kekerasan itu terjadi? Bagaimana hak anak-anak yang mengalami tindak kekerasan tersebut? Masih banyak pertanyaan yang akan muncul dari sini. Oleh karena itu kita akan melihat beberapa hal yang kiranya dapat membantu wawasan kita sehubungan dengan tema ini.
Yang pertama mengenai seperti yang sudah diutarakan dalam artikel di atas, bahwa anak-anak memiliki empat hak (sesuai konvensi Hak Anak yang diadopsi Majelis Umum PBB 1989)
• Hak untuk hidup, sejak semula kehidupan itu tercipta dalam rahim seorang ibu sejak itu pula kehidupan seorang individu harus dilindungi dan berhak atas kehidupannya.
• Hak untuk tumbuh berkembang, ada sebuah tanggungjawab secara berkelanjutan atas anak yang sedang mengalami dunianya yakni perawatan agar si anak dapat tumbuh dan berkembang.
• Hak untuk perlindungan, dilihat bahwa anak adalah pribadi yang lemah dan perlu mendapat perlindungan dari mereka yang lebih kuat dan dewasa agar segala sesuatu yang mengancam kehidupan si anak dapat terhindarkan.
• Hak untuk berpartisipasi, hak ini semakin terasa sekali ketika si anak mulai menampakkan dirinya, hidup bersama dengan yang lain yakni bersosialisasi dan mewujudkan jati dirinya bersama dengan yang lain. Meski partisipasi yang diwujudkan si anak sesuai dunianya.
Dari keempat hak tersebut di atas kiranya ada sebuah wacana bagi kita semua bahwa anak-anak perlu mendapat perlindungan dari siapa saja yang lebih kuat dan dewasa. Entah si anak itu bukan anak sendiri namun ada sebuah tanggungjawab moral bersama. Ada berbagai macam bentuk perlindungan dan pendampingan yang sifatnya aksidental maupun berkelanjutan. Oleh karena itu anak-anak sebagai bagian dari warga Negara berhak atas perlindungan dari Negara entah dalam bentuk regulasi maupun sarana dan prasarana lain yang dimungkinkan sebab sekarang ini persoalan kekerasan terhadap anak bukannya semakin sedikit akan tetapi semakin kompleks.
Maka kita akan melihat sejenak beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan terhadap anak kerap terjadi. Yang pertama faktor kemiskinan; tidak perlu dipungkiri bahwa kehidupan bangsa ini mengalami pasang surut dalam hal kehidupan ekonomi. Jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan semakin bertambah. Berbagai persoalan seputar kemiskinan tidak akan pernah selesai. Kebutuhan hidup yang semakin berat, tidak jarang anak-anak diikutsertakan dalam urusan kerja meski terlalu dini. Dari sinilah kiranya semakin marak tindak kekerasan terjadi hingga eksploitasi. Yang kedua faktor pengetahuan orang tua; tentu tidak bisa kita begitu saja orang tua anak disalahkan akan hal ini sebab latarbelakang pendidikan orang tua juga terbatas. Namun kiranya perlu pendidikan tentang anak bagi orang tua sebab dunia anak sekarang berbeda dengan yang dahulu. Yang ketiga faktor keefektifan peraturan; seringkali persoalan kekerasan terhadap anak berhenti pada sidang hukum namun bukan memberi solusi maupun efek jera akan tetapi menambah persoalan baru. Maka persoalan kekerasan terhadap anak sejauh mana hukum bisa bertindak ataukah cukup dengan pembicaraan kekeluargaan? Yang keempat faktor psikologi orang tua (tulisan Lianny Solihin), faktor ini meliputi pengaruh sikap orang tua terhadap anak, otoriter orang tua terhadap anak, pandangan orang tua terhadap anak, kematangan emosional orang tua dan pengaruhnya, membina hubungan baik orang tua dan anak. Faktor-faktor di atas kiranya hanyalah beberapa faktor yang berpotensi terjadinya kekerasan terhadap anak. Barangkali masih banyak lagi faktor seiring dengan berkembangnya waktu.
BAB III
KESIMPULAN
Ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari pembahasan di atas yakni terkait dengan kekerasan terhadap anak-anak. Dimana semuanya itu masih terbuka akan sebuah kritik, masukan, sanggahan dan sebagainya. Mengapa demikian? Sebab tema ini bukanlah hal yang baru dan tentu saja sudah banyak berbagai tulisan dan ide bahkan pandangan-pandangan mengenai hal ini. Oleh karena itu beberap hal akan disampaikan sebagai simpulan.
Yang pertama, bagaimana hak anak perlu kita ketahui sebagai sebuah sebuah sesuatu yang penting karena semakin modern masyarakat sekarang ini semakin bertambah maju dan berkembangnya sebuah pengetahuan dan pengalaman dengan menuntut banyak hal yang harus diketahui. Yang kedua, faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak dapat dilihat dalam dua sisi yakni internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor si pengasuh seperti orang tua atau sanak saudara bahkan orang lain sekalipun. Faktor eksternal adalah lingkungan sekitar yang mampu memberi dampak yang tidak sedikit bagi perkembangan anak. Yang ketiga, sarana apa saja kiranya yang dapat mengurangi atau mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak seperti adanya regulasi dari negara yang sekiranya mampu mencegah terjadinya tindak kekerasan itu atau bahkan memberikan efek jera dan perlu adanya efektifitas pelaksanaan hukum. Selain itu kesadaran masyarakat terhadap persoalan ini membuat kepekaan terhadap berbagai persoalan yang menyangkut tindak kekerasan dapat dicegah bersama. Termasuk didalamnya sikap menyelesaikan persoalan dengan cara kekeluargaan.
Oleh karena itu beberapa hal yang telah dibicarakan di atas hanyalah berupa ide yang akan dibangun bersama dalam realitas kehidupan kita. Kenyataan bahwa anak sedari dini rawan akan terjadinya tindak kekerasan maka alangkah lebih baik dibangun sebuah kerjasama antara para orang tua, lembaga masyarakat dan juga pemerintah sendiri. Sebab tidak mungkin terjadi pencegahan atau penanganan tanpa ada sebuah kerjasama antar pihak. Meski demikian tidak ada jaminan seratus persen berbagai persoalan dapat terselesaikan namun paling tidak persoalan seputar kekerasan terhadap anak-anak bangsa selalu ada dan perlu perhatian bersama. Bersama dengan tulisan ini kiranya kita semakin terbuka akan berbagai persoalan kita sebagai anak bangsa untuk turut serta membantu walau hanya sebatas tulisan.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia
2. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=1042&tbl=psejati
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Yu_Youjun
4. http://www.kapanlagi.com/h/old/0000161755.html
5. http://www.menegpp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=70
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Hak_Asasi_Manusia
7. Lianny Solihin, Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga, Jurnal Pendidikan Penabur-No.03/Th.III/Desember 2004
Kamis, 14 April 2011
Batik
BATIK MENJADI KEBANGGAAN BANGSA INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi juga merupakan salah satu wujud kebudayaan nusantara serta sebagai salah satu warisan dunia yang dihasilkan dari bangsa Indonesia. Batik merupakan kain yang dihiasi oleh motif-motif yang memiliki ciri khas tertentu yang dibuat dengan tangan dengan teknik tertentu. Batik dengan segala keindahannya sudah lama memukau orang hingga ke pelosok bumi. Memang tak bisa disangkal, batik sudah menjadi panutan dan membawa Indonesia menjadi lebih dikenal diseluruh dunia.
Dilihat dari sejarah, munculnya batik ini sudah ada sejak jaman kerajaan dahulu di Indonesia, dimana dahulu batik merupakan golongan dari kesenian atau kerajinan gambar diatas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan jaman dahulu, terutama di Jawa. Awalnya batik dikerjakan hanya sebatas dalam keraton saja yang hasilnya diperuntukkan pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Namun, karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton. Makin lama kesenian batik ini diikuti oleh rakyat terdekat dan meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang dan menjadi mata pencaharian.
Batik merupaka salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Karena jaman yang semakin maju, maka batik juga mengikuti perkembangan jaman yang ada, seperti batik yang dahulu hanyalah sebuah kain yang biasa dililitkan untuk menjadi sarung, sekarang ini sudah berkembang menjadi berbentuk busana atau pakaian yang siap pakai. Begitu pula dengan corak yang ada semakin beragam
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Jadi kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia yang sampai saat ini masih ada. Ada berbagai ragam batik yang sungguh memperkaya budaya batik diantanya adalah Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan. Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.
Dalam dunia batik ada beberapa motif yang berbeda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha.
Perkembangan Batik dilihat sekarang ini kian membaik yang tadinya hanya digunakan untuk pakaian keluarga istana kemudian menjadi pakaian yang digunakan oleh rakyat dan digemari baik pria maupun wanita. Batik pertamakali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto pada waktu itu beliau mengenakan Batik saat menghadiri Konferensi PBB.
Namun, Sangat disayangkan budaya dan warisan Nusantara ini sempat diakui oleh Negeri tetangga hal ini dikarenakan rasa sayang dan simpati kaum muda yang tidak bangga dan percaya diri dengan produk sendiri, mereka lebih suka memakai baju dengan merk dan produk luar ketimbang menggunakan Batik itu sendiri. Dan yang lucunya adalah ketika rakyat mengetahui batik telah diakui oleh negri tetangga barulah panik dan ada juga yang semangat mengajak perang dengan Negeri tetangga..
Sudah selayaknya kita kaum muda untuk menggunakan dan melestarikan salah satu budaya kebanggaan Indonesia ini. Semua ini belum terlambat. Negri lainnya boleh mengklaim Batik milik mereka namun jika kita sebenarnya pemilik Batik itu seberarnya mampu membuktikan, mencintai dan bangga menggunakan Batik itu sendiri. Dengan sendirinya Mereka dan dunia akan tau siapa pemilik Batik sebenarnya.
Sejak 2008, pemerintah telah melakukan penelitian lapangan dan melibatkan komunitas serta ahli batik di 19 provinsi di Indonesia untuk menominasikan batik sebagai warisan budaya tak benda kemanusiaan dari UNESCO dan oleh UNESCO menilai batik, karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna filosofi mendalam. Di samping itu pemerintah dan rakyat Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya itu secara turun menurun
Faktanya sekarang adalah budaya dan teknik batik telah diakui resmi oleh dunia, bahwa Indonesia adalah “pemiliknya”. Setelah itu, apa yang harus kita lakukan dengan harta berharga yang ibaratnya sudah ada di tangan ini? Yang pertama, jelas upaya untuk terus mempertahankan, tidak hanya sekarang atau saat ada konflik saja, tetapi untuk seterusnya. Tentu yang dimaksud dengan mempertahankan bukan berarti hanya sekadar membiarkan seperti sediakala apa adanya. Jika hanya itu yang dilakukan, akan menjadi sangat sia-sia adanya peresmian budaya batik dari pihak internasional yang telah dilakukan itu.
Upaya mempertahankan yang dilakukan seharusnya juga mencakup penumbuhan pola pikir bahwa warisan budaya bukan hanya sebuah peninggalan relic (benda purbakala) yang akan diletakkan di museum semata. Budaya warisan nenek moyang tersebut adalah teknik dan produk yang bernilai dan masih amat relevan dengan kehidupan sehari-hari kita sekarang. Maka kita yang telah mendapatkan warisan budaya batik turut memelihara seni budaya batik ini agar dari generasi kegenerasi mencintai dan bangga dengan batik. Sebagai wujud cinta dan bangga kita marilah membudayakan dengan mengenakan batik.
BAB III
K E S I M P U L A N
Batik merupakan salah satu wujud kebudayaan nusantara dan juga sebagai salah satu warisan dunia yang dihasilkan dari bangsa Indonesia. Batik merupakan kain yang dihiasi oleh motif-motif yang memiliki ciri khas tertentu yang dibuat dengan tangan dengan teknik tertentu.
Batik juga merupakan sebuah tradisi turun temurun. Sehingga terkadang suatu motif dapat dikenali berasal dari suatu daerah atau keluarga tertent.. Saat ini Batik telah dikenali dunia dan dianggap sebagai salah satu warisan dunia dan telah diakui oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization).
Dunia telah mengaakui bahwa batik adalah warisan budaya bangsa Indonesia, untuk itu batik sebagai produk budaya rakyat juga harus disosialisasikan kembali ke dalam kehidupan masyarakat. Batik selama ini masih dipandang sebelah mata jika disandingkan dengan modernitas. Padahal, batik jelas-jelas tidak kalah dari segi keindahannya, bahkan mempunyai nilai estetik tersendiri. Sosialisasi batik sebagai bahan pakaian sehari-hari adalah salah satu upaya menyatukan batik untuk kembali ke masyarakat sekaligus meningkatkan prestise batik sebagai pakaian sehari-hari, di samping tentunya sebagai pakaian formal. Pengembangan mode batik bisa menjadi bagian dari usaha memperkenalkan batik kepada dunia modern dan juga promosi budaya bangsa.
Dengan adanya pemaksimalan warisan budaya yang holistik seperti itu, budaya dan produknya tidak hanya seperti benda kuno yang selalu butuh perawatan saja, tetapi bermanfaat bagi semua orang. Itulah sebenarnya maksud dari sebuah budaya yang dibentuk oleh para leluhur kita, budaya sebagai bagian keseharian masyarakat, dan pada perkembangannya, mempunyai manfaat bagi semua.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Batik#Referensi
2. http://esq-news.com/pendidikan-kebudayaan/2009/09/08/414/unesco-akui-batik-budaya-indonesia.html
3. http://jakarta45.wordpress.com/2009/10/10/seni-budaya-batik-indonesia-batik-malaysia-dan-hari-batik/
4. http://blog.batikputrabengawan.com/budaya-batik.php
5. http://esq-news.com/pendidikan-kebudayaan/2009/09/08/414/unesco-akui-batik-budaya-indonesia.html
6. http://www.fashionbiz.co.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=35%3Azoom&id=160%3Abatik-produk-kebanggaan-indonesia&Itemid=58
7. http://maghoodaxdesoo.wordpress.com/2010/10/13/di-bawa-kemana-batik-indonesia/
8. http://satriaputralandonbarker.blogspot.com/2011/03/seni-budaya-batik-indonesia.html
9. http://treest.wordpress.com/2009/03/07/batik-indonesia-kebudayaan-asli-yang-kurang-terjaga/
.
BAB I
PENDAHULUAN
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi juga merupakan salah satu wujud kebudayaan nusantara serta sebagai salah satu warisan dunia yang dihasilkan dari bangsa Indonesia. Batik merupakan kain yang dihiasi oleh motif-motif yang memiliki ciri khas tertentu yang dibuat dengan tangan dengan teknik tertentu. Batik dengan segala keindahannya sudah lama memukau orang hingga ke pelosok bumi. Memang tak bisa disangkal, batik sudah menjadi panutan dan membawa Indonesia menjadi lebih dikenal diseluruh dunia.
Dilihat dari sejarah, munculnya batik ini sudah ada sejak jaman kerajaan dahulu di Indonesia, dimana dahulu batik merupakan golongan dari kesenian atau kerajinan gambar diatas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan jaman dahulu, terutama di Jawa. Awalnya batik dikerjakan hanya sebatas dalam keraton saja yang hasilnya diperuntukkan pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Namun, karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton. Makin lama kesenian batik ini diikuti oleh rakyat terdekat dan meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang dan menjadi mata pencaharian.
Batik merupaka salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Karena jaman yang semakin maju, maka batik juga mengikuti perkembangan jaman yang ada, seperti batik yang dahulu hanyalah sebuah kain yang biasa dililitkan untuk menjadi sarung, sekarang ini sudah berkembang menjadi berbentuk busana atau pakaian yang siap pakai. Begitu pula dengan corak yang ada semakin beragam
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Jadi kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia yang sampai saat ini masih ada. Ada berbagai ragam batik yang sungguh memperkaya budaya batik diantanya adalah Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan. Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.
Dalam dunia batik ada beberapa motif yang berbeda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha.
Perkembangan Batik dilihat sekarang ini kian membaik yang tadinya hanya digunakan untuk pakaian keluarga istana kemudian menjadi pakaian yang digunakan oleh rakyat dan digemari baik pria maupun wanita. Batik pertamakali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto pada waktu itu beliau mengenakan Batik saat menghadiri Konferensi PBB.
Namun, Sangat disayangkan budaya dan warisan Nusantara ini sempat diakui oleh Negeri tetangga hal ini dikarenakan rasa sayang dan simpati kaum muda yang tidak bangga dan percaya diri dengan produk sendiri, mereka lebih suka memakai baju dengan merk dan produk luar ketimbang menggunakan Batik itu sendiri. Dan yang lucunya adalah ketika rakyat mengetahui batik telah diakui oleh negri tetangga barulah panik dan ada juga yang semangat mengajak perang dengan Negeri tetangga..
Sudah selayaknya kita kaum muda untuk menggunakan dan melestarikan salah satu budaya kebanggaan Indonesia ini. Semua ini belum terlambat. Negri lainnya boleh mengklaim Batik milik mereka namun jika kita sebenarnya pemilik Batik itu seberarnya mampu membuktikan, mencintai dan bangga menggunakan Batik itu sendiri. Dengan sendirinya Mereka dan dunia akan tau siapa pemilik Batik sebenarnya.
Sejak 2008, pemerintah telah melakukan penelitian lapangan dan melibatkan komunitas serta ahli batik di 19 provinsi di Indonesia untuk menominasikan batik sebagai warisan budaya tak benda kemanusiaan dari UNESCO dan oleh UNESCO menilai batik, karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna filosofi mendalam. Di samping itu pemerintah dan rakyat Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya itu secara turun menurun
Faktanya sekarang adalah budaya dan teknik batik telah diakui resmi oleh dunia, bahwa Indonesia adalah “pemiliknya”. Setelah itu, apa yang harus kita lakukan dengan harta berharga yang ibaratnya sudah ada di tangan ini? Yang pertama, jelas upaya untuk terus mempertahankan, tidak hanya sekarang atau saat ada konflik saja, tetapi untuk seterusnya. Tentu yang dimaksud dengan mempertahankan bukan berarti hanya sekadar membiarkan seperti sediakala apa adanya. Jika hanya itu yang dilakukan, akan menjadi sangat sia-sia adanya peresmian budaya batik dari pihak internasional yang telah dilakukan itu.
Upaya mempertahankan yang dilakukan seharusnya juga mencakup penumbuhan pola pikir bahwa warisan budaya bukan hanya sebuah peninggalan relic (benda purbakala) yang akan diletakkan di museum semata. Budaya warisan nenek moyang tersebut adalah teknik dan produk yang bernilai dan masih amat relevan dengan kehidupan sehari-hari kita sekarang. Maka kita yang telah mendapatkan warisan budaya batik turut memelihara seni budaya batik ini agar dari generasi kegenerasi mencintai dan bangga dengan batik. Sebagai wujud cinta dan bangga kita marilah membudayakan dengan mengenakan batik.
BAB III
K E S I M P U L A N
Batik merupakan salah satu wujud kebudayaan nusantara dan juga sebagai salah satu warisan dunia yang dihasilkan dari bangsa Indonesia. Batik merupakan kain yang dihiasi oleh motif-motif yang memiliki ciri khas tertentu yang dibuat dengan tangan dengan teknik tertentu.
Batik juga merupakan sebuah tradisi turun temurun. Sehingga terkadang suatu motif dapat dikenali berasal dari suatu daerah atau keluarga tertent.. Saat ini Batik telah dikenali dunia dan dianggap sebagai salah satu warisan dunia dan telah diakui oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization).
Dunia telah mengaakui bahwa batik adalah warisan budaya bangsa Indonesia, untuk itu batik sebagai produk budaya rakyat juga harus disosialisasikan kembali ke dalam kehidupan masyarakat. Batik selama ini masih dipandang sebelah mata jika disandingkan dengan modernitas. Padahal, batik jelas-jelas tidak kalah dari segi keindahannya, bahkan mempunyai nilai estetik tersendiri. Sosialisasi batik sebagai bahan pakaian sehari-hari adalah salah satu upaya menyatukan batik untuk kembali ke masyarakat sekaligus meningkatkan prestise batik sebagai pakaian sehari-hari, di samping tentunya sebagai pakaian formal. Pengembangan mode batik bisa menjadi bagian dari usaha memperkenalkan batik kepada dunia modern dan juga promosi budaya bangsa.
Dengan adanya pemaksimalan warisan budaya yang holistik seperti itu, budaya dan produknya tidak hanya seperti benda kuno yang selalu butuh perawatan saja, tetapi bermanfaat bagi semua orang. Itulah sebenarnya maksud dari sebuah budaya yang dibentuk oleh para leluhur kita, budaya sebagai bagian keseharian masyarakat, dan pada perkembangannya, mempunyai manfaat bagi semua.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Batik#Referensi
2. http://esq-news.com/pendidikan-kebudayaan/2009/09/08/414/unesco-akui-batik-budaya-indonesia.html
3. http://jakarta45.wordpress.com/2009/10/10/seni-budaya-batik-indonesia-batik-malaysia-dan-hari-batik/
4. http://blog.batikputrabengawan.com/budaya-batik.php
5. http://esq-news.com/pendidikan-kebudayaan/2009/09/08/414/unesco-akui-batik-budaya-indonesia.html
6. http://www.fashionbiz.co.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=35%3Azoom&id=160%3Abatik-produk-kebanggaan-indonesia&Itemid=58
7. http://maghoodaxdesoo.wordpress.com/2010/10/13/di-bawa-kemana-batik-indonesia/
8. http://satriaputralandonbarker.blogspot.com/2011/03/seni-budaya-batik-indonesia.html
9. http://treest.wordpress.com/2009/03/07/batik-indonesia-kebudayaan-asli-yang-kurang-terjaga/
.
Aborsi
ABORSI DIPANDANG DARI SEGI MORAL
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan merupakan suatu anugrah yang diberikan oleh Tuhan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap orang manusia merupakan Hak Asasi manusia yang hanya boleh dicabut oleh Tuhan Sang Pemberi kehidupan. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi erat hubungannya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita
Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan, keprihatinan itu bukan tanpa alasan karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungannya banyak menimbulkan efek negative baik untuk diri pelaku maupun pada masyrakat luas. Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum suatu kehidupan bangsa.
Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. beberapa orang melakukan aborsi dengan alasan yang beragam, antara lain: malu pada keluarga karena perkosaan, kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya. Ketika seorang wanita mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain
Berbicara mengenai aborsi tentu akan menimbulkan berbagai tanggapan dan penilaian yang berbeda-beda pada masing-masing individu karena adanya perbedaan pengetahuan dari diri mereka sehingga sikap yang ditimbulkannya pun berbeda. Sarwono (1989) menyatakan mempertahankan kegadisan merupakan hal yang paling utama sebelum pernikahan karena kegadisan pada wanita sering dilambangkan sebagai “mahkota” atau “tanda kesucian” atau “tanda kesetiaan” pada suami. Hilangnya kegadisan bisa menimbulkan depresi pada wanita yang bersangkutan. Terlebih lagi bila menimbulkan kehamilan
Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak wanita harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Belum lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai tindakannya ini diketahui. Hanya orang-orang yang mampu berempati yang bisa merasakan betapa perempuan berada dalam posisi yang sulit dan menderita ketika harus memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya
BAB II
PEMBAHASAN
Aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh
Membicarakan aborsi sebenarnya membicarakan perempuan. Karena itu persoalan aborsi adalah juga persoalan perempuan, yang sampai sekarang, dianggap Gadis Arivia, perlu dielaborasi dan dicerahkan kepada pihak-pihak yang mengambil satu sisi perdebatan, yakni cara pandang tradisional yang justru mengesampingkan kepentingan perempuan sendiri.Selama ini masih banyak yang memandang aborsi sebagai hitam dan putih yang sama sekali tidak dapat bersinggungan, hingga hanya tersedia dua pilihan untuk menyikapinya: pro atau kontra. Setuju atau menolak. Perempuan dalam hal ini juga selalu dipandang sebagai pelaku tunggal aborsi, di mana masyarakat dan pemerintah seperti menutup mata dengan adanya permasalahan dalam aborsi yang mau tidak mau berkaitan langsung dengan kehidupan perempuan dan orang-orang di sekitarnya
Di Indonesia, aborsi adalah perbuatan kriminal dan perempuan-perempuan yang ketahuan telah melakukannya diganjar hukuman yang keras. Orang-orang dengan prinsip pro-kehidupan (pro-menganggap aborsi sebagai pembunuhan, perbuatan yang keji dan pantas dihukum. Sebaliknya, para pendukung pro-pilihan (pro-choice), aborsi tidak mengindahkan kehidupan embrio dalam kandungan sang ibu. Oleh karena kepercayaan ini telah ditanamkan pada masyarakat, banyak perempuan yang melakukan aborsi merasa bersalah seumur hidup karena cap “pembunuh” tertanam dalam diri mereka.
Selain itu juga hukum di Indonesia belum memberikan ruang bagi tindakan aborsi yang aman.. Dalam UU Kesehatan juga terlihat sekali bahwa klausul tentang aborsi sangat bias jender. Di situ diterangkan, dokter bisa mengambil tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan janinnya. Padahal klausul ini menyangkut dua hal yang tidak mungkin dilakukan dalam konteks aborsi, dengan alasan menyelamatkan nyawa kedua-duanya karena dalam aborsi ada yang dikorbankan. Untuk itu perlu ada solusi berupa payung hukum untuk melindungi praktik ini dengan menyediakan dokter yang memiliki keahlian, terjamin keamanannya, sesuai prosedur standar kesehatan.
Ketika yang menjadi obyek pembahasan adalah prilaku, maka selanjutnya yang menjadi penilaian adalah etika dan moral seseorang yang menjadi refleksi atas tindakannya tersebut. Perempuan sebagai pelaku aborsi dapat disebut sebagai agen moral, namun seperti yang dikatakan oleh Simone de Beauvoir bahwa perempuan selalu ditolak untuk menjadi agen moral yang otonom, perempuan tidak pernah dibiarkan untuk memilih kehidupan yang baik untuk dirinya sendiri.
Padahal sebagai pelaku moral, setiap perempuan mempunyai kemampuan yang dapat digunakannya untuk bertindak secara moral sehingga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab, dan bisa dituntut untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Kemampuan itu berupa akal budi, kebebasan dan kemauan. Dengan kemampuan ini, pelaku moral dapat membuat pertimbangan moral sebelum bertindak, agar terhindar dari tindakan yang salah secara moral. Pelaku moral juga dapat memahami mana yang baik dan buruk secara moral.
Dari sudut pandang moral, aborsi memiliki penilaian tersendiri. Menurut Plato dalam Republic (461), ia menganggap bahwa janin itu belum cukup untuk dianggap manusia, tapi baru dapat dianggap manusia jika sudah terlahir. Dalam kondisi seperti ini keberadaannya dapat diterima dan sah secara hukum. Sedangkan Aristoteles menyarankan bahwa semestinya aborsi dilakukan sebelum sang janin dianggap hidup dan mampu merasa. Artinya pada gerakan pertama sang janin.
Kata “moral” memiliki arti etimologis yang sama dengan etika, dan dapat diartikan sama dengan pengertian etika, yakni nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Ketika membicarakan etika, maka kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut cara bertindak yang benar dan salah, hakekat kewajiban moral dan apa yang disebut kebaikan hidup. Pertanyaan mendasar dari Aristoteles dalam etika adalah „kehidupan baik yang begaimanakah yang harus saya jalani?“
Aborsi merupakan bagian dari etika terapan. Aborsi sebagai masalah dibicarakan dan dipelajari dalam etika terapan. Etika terapan membahas masalah-masalah etis yang praktis dan aktual serta mempelajari masalah yang berimplikasi moral dan memiliki pengaruh timbal balik dengan etika teoritis. Perdebatan tentang masalah-masalah konkrit akhirnya akan menjelaskan dan mempertajam prinsip-prinsip moral yang umum. Etika terapan sangat membutuhkan bantuan dari teori etika. Etika terapan menggunakan prinsip-prinsip dan teori moral yang diharapkan sudah mempunyai dasar yang kokoh.
KESIMPULAN
Aborsi menjadi masalah kontroversial, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga sudut pandang hukum dan agama dan moral. Untuk itu kita perlu menanamkan nilai-nilai luhur tentang kehidupan karena pembentukan karakter sangat dipengaruhi sejak manusia itu mengenal kehidupan. Dengan demikian aborsi secara illegal tidak terjadi lagi terutama pada semua wanita usia subur.
Suatu peradaban bangsa terletak pada pendidikan didalam negara tersebut. Hanya pendidikan yang dapat merubah peradaban suatu bangsa. Kita semua baik yang berkecimpung didunia pendidikan baik formal maupun informal memikul tanggung jawab tersebut untuk mewujudkan generasi yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehiduan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Aborsi dapat dicegah dengan membentuk persepsi tentang aborsi itu sendiri sehingga mereka memiliki paradigma tentang aborsi sesuai dengan harapan kita yaitu tindakan yang tidak benar.
Tidak hanya paradigma tentang aborsi saja, namun segala macam tindakan yang mengawali terjadinya aborsi. Mengimplementasikan gaya dan metode mengajar yang berbeda terhadap anak dengan kepribadian yang khusus dalam hal ini anak dengan atribut psikologia yang baru akan membantu membentuk paradigma generasi baru yang sesuai dengan harapan kita. Dengan demikian kita membantu membentuk pribadi-pribadi yang tidak hanya cerdas, namun menjunjung tinggi kebenaran dan tunduk kepada yang Maha Kuasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.lbh-apik.or.id/fact-32.htm
2. http://www.dunia-ibu.org/html/aborsi.html
3. http://www.gotquestions.org/indonesia/aborsi-Alkitab.ht
4. http://samsara-artikel.blogspot.com/2010/01/aborsi-sebagai-suara-hati-perempuan.html
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17739/4/Chapter%20I.
6. http://d4uthabsi.typepad.com/blog/2010/01/makalah-aborsi-pada-remaja
7. http://montfortanmalang.blogspot.com/2009/06/aborsi-moral-fundamental.html
8. Hubungan antara pengetahuan tentang aborsi dengan sikap prolife pada remaja putri. Diakses tanggal 29 januari 2009 jam 20.49 Wib
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan merupakan suatu anugrah yang diberikan oleh Tuhan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap orang manusia merupakan Hak Asasi manusia yang hanya boleh dicabut oleh Tuhan Sang Pemberi kehidupan. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi erat hubungannya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita
Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan, keprihatinan itu bukan tanpa alasan karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungannya banyak menimbulkan efek negative baik untuk diri pelaku maupun pada masyrakat luas. Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum suatu kehidupan bangsa.
Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. beberapa orang melakukan aborsi dengan alasan yang beragam, antara lain: malu pada keluarga karena perkosaan, kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya. Ketika seorang wanita mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain
Berbicara mengenai aborsi tentu akan menimbulkan berbagai tanggapan dan penilaian yang berbeda-beda pada masing-masing individu karena adanya perbedaan pengetahuan dari diri mereka sehingga sikap yang ditimbulkannya pun berbeda. Sarwono (1989) menyatakan mempertahankan kegadisan merupakan hal yang paling utama sebelum pernikahan karena kegadisan pada wanita sering dilambangkan sebagai “mahkota” atau “tanda kesucian” atau “tanda kesetiaan” pada suami. Hilangnya kegadisan bisa menimbulkan depresi pada wanita yang bersangkutan. Terlebih lagi bila menimbulkan kehamilan
Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak wanita harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Belum lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai tindakannya ini diketahui. Hanya orang-orang yang mampu berempati yang bisa merasakan betapa perempuan berada dalam posisi yang sulit dan menderita ketika harus memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya
BAB II
PEMBAHASAN
Aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh
Membicarakan aborsi sebenarnya membicarakan perempuan. Karena itu persoalan aborsi adalah juga persoalan perempuan, yang sampai sekarang, dianggap Gadis Arivia, perlu dielaborasi dan dicerahkan kepada pihak-pihak yang mengambil satu sisi perdebatan, yakni cara pandang tradisional yang justru mengesampingkan kepentingan perempuan sendiri.Selama ini masih banyak yang memandang aborsi sebagai hitam dan putih yang sama sekali tidak dapat bersinggungan, hingga hanya tersedia dua pilihan untuk menyikapinya: pro atau kontra. Setuju atau menolak. Perempuan dalam hal ini juga selalu dipandang sebagai pelaku tunggal aborsi, di mana masyarakat dan pemerintah seperti menutup mata dengan adanya permasalahan dalam aborsi yang mau tidak mau berkaitan langsung dengan kehidupan perempuan dan orang-orang di sekitarnya
Di Indonesia, aborsi adalah perbuatan kriminal dan perempuan-perempuan yang ketahuan telah melakukannya diganjar hukuman yang keras. Orang-orang dengan prinsip pro-kehidupan (pro-menganggap aborsi sebagai pembunuhan, perbuatan yang keji dan pantas dihukum. Sebaliknya, para pendukung pro-pilihan (pro-choice), aborsi tidak mengindahkan kehidupan embrio dalam kandungan sang ibu. Oleh karena kepercayaan ini telah ditanamkan pada masyarakat, banyak perempuan yang melakukan aborsi merasa bersalah seumur hidup karena cap “pembunuh” tertanam dalam diri mereka.
Selain itu juga hukum di Indonesia belum memberikan ruang bagi tindakan aborsi yang aman.. Dalam UU Kesehatan juga terlihat sekali bahwa klausul tentang aborsi sangat bias jender. Di situ diterangkan, dokter bisa mengambil tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan janinnya. Padahal klausul ini menyangkut dua hal yang tidak mungkin dilakukan dalam konteks aborsi, dengan alasan menyelamatkan nyawa kedua-duanya karena dalam aborsi ada yang dikorbankan. Untuk itu perlu ada solusi berupa payung hukum untuk melindungi praktik ini dengan menyediakan dokter yang memiliki keahlian, terjamin keamanannya, sesuai prosedur standar kesehatan.
Ketika yang menjadi obyek pembahasan adalah prilaku, maka selanjutnya yang menjadi penilaian adalah etika dan moral seseorang yang menjadi refleksi atas tindakannya tersebut. Perempuan sebagai pelaku aborsi dapat disebut sebagai agen moral, namun seperti yang dikatakan oleh Simone de Beauvoir bahwa perempuan selalu ditolak untuk menjadi agen moral yang otonom, perempuan tidak pernah dibiarkan untuk memilih kehidupan yang baik untuk dirinya sendiri.
Padahal sebagai pelaku moral, setiap perempuan mempunyai kemampuan yang dapat digunakannya untuk bertindak secara moral sehingga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab, dan bisa dituntut untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Kemampuan itu berupa akal budi, kebebasan dan kemauan. Dengan kemampuan ini, pelaku moral dapat membuat pertimbangan moral sebelum bertindak, agar terhindar dari tindakan yang salah secara moral. Pelaku moral juga dapat memahami mana yang baik dan buruk secara moral.
Dari sudut pandang moral, aborsi memiliki penilaian tersendiri. Menurut Plato dalam Republic (461), ia menganggap bahwa janin itu belum cukup untuk dianggap manusia, tapi baru dapat dianggap manusia jika sudah terlahir. Dalam kondisi seperti ini keberadaannya dapat diterima dan sah secara hukum. Sedangkan Aristoteles menyarankan bahwa semestinya aborsi dilakukan sebelum sang janin dianggap hidup dan mampu merasa. Artinya pada gerakan pertama sang janin.
Kata “moral” memiliki arti etimologis yang sama dengan etika, dan dapat diartikan sama dengan pengertian etika, yakni nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Ketika membicarakan etika, maka kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut cara bertindak yang benar dan salah, hakekat kewajiban moral dan apa yang disebut kebaikan hidup. Pertanyaan mendasar dari Aristoteles dalam etika adalah „kehidupan baik yang begaimanakah yang harus saya jalani?“
Aborsi merupakan bagian dari etika terapan. Aborsi sebagai masalah dibicarakan dan dipelajari dalam etika terapan. Etika terapan membahas masalah-masalah etis yang praktis dan aktual serta mempelajari masalah yang berimplikasi moral dan memiliki pengaruh timbal balik dengan etika teoritis. Perdebatan tentang masalah-masalah konkrit akhirnya akan menjelaskan dan mempertajam prinsip-prinsip moral yang umum. Etika terapan sangat membutuhkan bantuan dari teori etika. Etika terapan menggunakan prinsip-prinsip dan teori moral yang diharapkan sudah mempunyai dasar yang kokoh.
KESIMPULAN
Aborsi menjadi masalah kontroversial, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga sudut pandang hukum dan agama dan moral. Untuk itu kita perlu menanamkan nilai-nilai luhur tentang kehidupan karena pembentukan karakter sangat dipengaruhi sejak manusia itu mengenal kehidupan. Dengan demikian aborsi secara illegal tidak terjadi lagi terutama pada semua wanita usia subur.
Suatu peradaban bangsa terletak pada pendidikan didalam negara tersebut. Hanya pendidikan yang dapat merubah peradaban suatu bangsa. Kita semua baik yang berkecimpung didunia pendidikan baik formal maupun informal memikul tanggung jawab tersebut untuk mewujudkan generasi yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehiduan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Aborsi dapat dicegah dengan membentuk persepsi tentang aborsi itu sendiri sehingga mereka memiliki paradigma tentang aborsi sesuai dengan harapan kita yaitu tindakan yang tidak benar.
Tidak hanya paradigma tentang aborsi saja, namun segala macam tindakan yang mengawali terjadinya aborsi. Mengimplementasikan gaya dan metode mengajar yang berbeda terhadap anak dengan kepribadian yang khusus dalam hal ini anak dengan atribut psikologia yang baru akan membantu membentuk paradigma generasi baru yang sesuai dengan harapan kita. Dengan demikian kita membantu membentuk pribadi-pribadi yang tidak hanya cerdas, namun menjunjung tinggi kebenaran dan tunduk kepada yang Maha Kuasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.lbh-apik.or.id/fact-32.htm
2. http://www.dunia-ibu.org/html/aborsi.html
3. http://www.gotquestions.org/indonesia/aborsi-Alkitab.ht
4. http://samsara-artikel.blogspot.com/2010/01/aborsi-sebagai-suara-hati-perempuan.html
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17739/4/Chapter%20I.
6. http://d4uthabsi.typepad.com/blog/2010/01/makalah-aborsi-pada-remaja
7. http://montfortanmalang.blogspot.com/2009/06/aborsi-moral-fundamental.html
8. Hubungan antara pengetahuan tentang aborsi dengan sikap prolife pada remaja putri. Diakses tanggal 29 januari 2009 jam 20.49 Wib
Lingkungan
MASALAH LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMECAHANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan. Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.
Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan disekitarnya.
Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan,
Pembangunan dapat dikatakan berhasil jika memenuhi beberapa kondisi, antara lain, dapat menyejahterakan kehidupan masyarakat, memiliki fungsi dan peruntukan yang tepat, serta memiliki dampak terhadap kerusakan lingkungan terendah. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pembangunan pasti menimbulkan dampak terhadap keseimbangan lingkungan hidup. Namun, kita harus mampu meminimalisasi dampak-dampak negatif tersebut. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pascapelaksanaan memerhatikan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL). Hal ini dimaksudkan agar generasi mendatang dapat pula menikmati kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai-mana yang kita nikmati sekarang, sehingga kita tidak mewariskan kerusakan dan pencemaran kepada generasi penerus kita. Dasar hukum pelaksanaan AMDAL di Indonesia diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Lingkungan Hidup yang berbunyi: “Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah
Upaya penyelamatan lingkungan sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Dan titik sentral dari semua itu adalah perubahan perilaku, perubahan etika, dan sikap masyarakat. Jadi apapun, apakah dia dalam tindakannya, apakah dia dalam keputusannya, kalau dia jadi pimpinan legislatif, yudikatif, eksekutif maupun perusahaanya artinya kita mulai dari orangnya. Intinya bagaimana kita membuat masyarakat lebih sadar terhadap lingkungan.
Karenanya perlu adanya perubahan perilaku dari semua pihak termasuk pemerintah, masyarakat, pengusaha, lembaga lokal dan internasional sehingga dapat mencegah kerusakan lingkungan ataupun beradaptasi terhadap perubahan iklim. Gerakan peduli lingkungan, diperlukan jaringan kerjasama dengan organisasi sosial keagamaan, sosial kemasyarakatan dan juga kelompok-kelompok masyarakat yang non organisasi”. Langkah tersebut harus selalu digalakan, dan dikuatkan dengan diadakannya aksi bersama. Aksi ini harus selalu bergerak, dan tidak sporadis, tetapi dilaksanakan bersamaan.
Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan hidup melalui dunia pendidikan. Institusi pendidikan, , harus menjadi benteng yang tangguh untuk menginternalisasi dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara kontekstual untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya pun tidak bercorak teoretis dan dogmatis seperti orang berkhotbah, tetapi harus lebih interaktif dan dialogis dengan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bercurah pikir melalui topik-topik lingkungan hidup yang menarik dan menantang
KESIMPULAN
Begitu banyaknya masalah yang terkait dengnan lingkungan hidup yang berkaitan dengan pembangunan. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup maka melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi yang akan datang.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan yang merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia secara bertahap dengan memerhatikan faktor lingkungan
Peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup sudah cukup memadai, namun demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan, pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan masyarakat.
Upaya budaya cinta lingkungan juga hidup ini penting juga dikembangkan melalui dunia pendidikan karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai sekarang juga. agar dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. http:/www.tunashijau.org/profil.htm
2. http://www.seputar -indonesia.com/edisicetak/content/view/238273
3. http:/www.beritalingkungan.com/kolom/2009-12/wwf/kolom/2009-10/political-will-entri-poin-masalah-lingkungan-hidup/
4. http:/idwikipedia.org/wiki/wahana_lingkungan_hidup_Indonesia#Latar_belakang
5. http://geo.ugm.ac.id/archives/125
6. http/www.bogorkab.go.id/index.php?option=com_countent&task=view&id=4316&
itemid=336
BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan. Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.
Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan disekitarnya.
Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan,
Pembangunan dapat dikatakan berhasil jika memenuhi beberapa kondisi, antara lain, dapat menyejahterakan kehidupan masyarakat, memiliki fungsi dan peruntukan yang tepat, serta memiliki dampak terhadap kerusakan lingkungan terendah. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pembangunan pasti menimbulkan dampak terhadap keseimbangan lingkungan hidup. Namun, kita harus mampu meminimalisasi dampak-dampak negatif tersebut. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pascapelaksanaan memerhatikan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL). Hal ini dimaksudkan agar generasi mendatang dapat pula menikmati kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai-mana yang kita nikmati sekarang, sehingga kita tidak mewariskan kerusakan dan pencemaran kepada generasi penerus kita. Dasar hukum pelaksanaan AMDAL di Indonesia diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Lingkungan Hidup yang berbunyi: “Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah
Upaya penyelamatan lingkungan sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Dan titik sentral dari semua itu adalah perubahan perilaku, perubahan etika, dan sikap masyarakat. Jadi apapun, apakah dia dalam tindakannya, apakah dia dalam keputusannya, kalau dia jadi pimpinan legislatif, yudikatif, eksekutif maupun perusahaanya artinya kita mulai dari orangnya. Intinya bagaimana kita membuat masyarakat lebih sadar terhadap lingkungan.
Karenanya perlu adanya perubahan perilaku dari semua pihak termasuk pemerintah, masyarakat, pengusaha, lembaga lokal dan internasional sehingga dapat mencegah kerusakan lingkungan ataupun beradaptasi terhadap perubahan iklim. Gerakan peduli lingkungan, diperlukan jaringan kerjasama dengan organisasi sosial keagamaan, sosial kemasyarakatan dan juga kelompok-kelompok masyarakat yang non organisasi”. Langkah tersebut harus selalu digalakan, dan dikuatkan dengan diadakannya aksi bersama. Aksi ini harus selalu bergerak, dan tidak sporadis, tetapi dilaksanakan bersamaan.
Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan hidup melalui dunia pendidikan. Institusi pendidikan, , harus menjadi benteng yang tangguh untuk menginternalisasi dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara kontekstual untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya pun tidak bercorak teoretis dan dogmatis seperti orang berkhotbah, tetapi harus lebih interaktif dan dialogis dengan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bercurah pikir melalui topik-topik lingkungan hidup yang menarik dan menantang
KESIMPULAN
Begitu banyaknya masalah yang terkait dengnan lingkungan hidup yang berkaitan dengan pembangunan. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup maka melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi yang akan datang.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan yang merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia secara bertahap dengan memerhatikan faktor lingkungan
Peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup sudah cukup memadai, namun demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan, pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan masyarakat.
Upaya budaya cinta lingkungan juga hidup ini penting juga dikembangkan melalui dunia pendidikan karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai sekarang juga. agar dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. http:/www.tunashijau.org/profil.htm
2. http://www.seputar -indonesia.com/edisicetak/content/view/238273
3. http:/www.beritalingkungan.com/kolom/2009-12/wwf/kolom/2009-10/political-will-entri-poin-masalah-lingkungan-hidup/
4. http:/idwikipedia.org/wiki/wahana_lingkungan_hidup_Indonesia#Latar_belakang
5. http://geo.ugm.ac.id/archives/125
6. http/www.bogorkab.go.id/index.php?option=com_countent&task=view&id=4316&
itemid=336
Kemiskinan
KEMISKINANAN MERUPAKAN MASALAH SOSIAL YANG PERLU PENANGANAN SECARA SERIUS
PENDAHULUAN
Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang, apalagi sejak terhempasnya dengan krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997, krisis ini membawa dampak negative bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan adanya krisis jumlah pengangguran semakin meningkat, melemahnya kegiatan ekonomi, memburuknya pelayanan kesehatan dan pendidikan, memburuknya kondisi prasarana dan sarana umum, menurunnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kemiskinan juga seringakali dipahami sebagai gejala yang bersifat komplek dan multidimensi . Rendahnya tingkat kehidupan yang sering sebagai alat ukur kemiskinan pada hakekatnya merupakan salah satu mata rantai dari lingkaran kemiskinan. Beban kemiskinan yang paling besar sangat dirasakan oleh kelompok-kelompok tertentu , kaum perempuan pada umumnya merupakan pihak yang dirugikan,mereka sering menanggung beban hidup yang lebih berat dari pada kaum pria. Demikian pula dengan anak-anak yang menderita akibat kualitas hidup masa depan mereka yang terancam oleh karena kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan serta keterbelakangan dalam banyak hal.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan prasarana, dan pendampingan, namun sampai sekarang masalah kemiskinan belum juga teratasi, maka perlunya adanya pemikiran akan suatu strategi baru penanggulangan kemiskinan yang lebih menyentuh akar permasalahan kemiskinan dan lebih terpadu. Pandangan konvensional menyebutkan kemiskinan sebagai kekurangan modal dan menganggap masyarakat miskin sebagai obyek yang tidak memiliki informasi dan pilihan sehingga tidak perlu terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Implikasi dari pendekatan ini adalah pemerintah mempunyai peran dominan untuk menyediakan modal dan kebutuhan dasar masyarakat miskin. Pendekatan ini terbukti kurang optimal dalam memecahkan masalah kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh kesulitan anggaran dan lemahnya rancangan kebijakan, tetapi juga tidak adanya pengakuan dan penghormatan atas suara dan hak-hak dasar masyarakat miskin. Oleh sebab itu, pemecahan masalah kemiskinan tidak lagi dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui berbagai kebijakan sektoral yang terpusat, seragam dan berjangka pendek. Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin itu sendiri dan adanya pengakuan, pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar mereka, yaitu hak sosial, ekonomi dan politik.
Dengan demikian, strategi penanggulangan kemiskinan memerlukan pendekatan yang terpadu, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, terencana, dan berkesinambungan, serta menuntut keterlibatan semua pihak baik pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat miskin sendiri agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.
BAB II
PEMBAHASAN
Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problem yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negara-negara berkembang, masalah kemiskinan ini menuntut adanya upaya pemecahan masalah secara berencana ,terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat, upaya pemecahan kemiskinan tersebut sebagai upaya untuk mempercepat proses pembangunan yang selama ini sedang dilakukan. Istilah kemiskinan sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang asing dalam kehidupan kita, kemiskinan yang di maksud disini adalah kemiskinan ditinjau dari sisi material (ekonomi). Menurut Prof.Dr.Emil Salim yang di maksud dengan kemiskinan adalah merupakan suatu keadaan yang di lukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok . Atau dengan istilah lain kemiskinanitu merupakan ketidak mampu dalam memenuhi kebutuhan pokok sehingga mengalami keresahan ,kesengsaraan atau kemelaratan dalam setiap langkah hidupnya.
Adapun Masalah kemiskinan disebabkan karena Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita adalah : Naiknya standar perkembangan suatu daerah, politik ekonomi yang tidak sehat dan faktor-faktor dari luar negri seperti beban hutang serta rusaknya syarat-syarat perdagangan
Masalah kemiskinan juga disebabkan karena menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat. Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal. Biaya kehidupan yang tinggi juga mempengaruhi hidup menjadi miskin. Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
Banyak masyarakat miskin yang telah tersentuh program penanggulangan kemiskinan namun hasilnya belum seperti yang diharapkan. Masyarakat miskin yang telah tersentuh program pengentasan kemiskinan tidak beranjak dari kondisi kemiskinannya. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan permasalahan ini. Pertama, program penanggulangan masih berorientasi pada aspek ekonomi semata. Kenyataan yang ada bahwa masalah kemiskinan merupakan masalah multi dimensi sehingga program penanggulangan kemiskinan hendaknya tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tapi juga aspek lainnya secara holistik. Kedua, program penanggulangan kemiskinan dengan pola top down planning memposisikan masyarakat miskin sebagai obyek bukan sebagai subyek atau pelaku utama yang aktif terlibat dalam aktivitas program tersebut. Untuk itu perlu melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, bahkan jika memungkinkan sampai pada tahap pengambilan keputusan. Ketiga, Program penanggulangan kemiskinan lebih bersifat sebagai suatu bentuk rasa murah hati dari pemerintah yang akhirnya mengenyampingkan produktivitas masyarakat miskin dan mendorong masyarakat miskin lebih menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan oleh pihak lain. Seharusnya masyarakat miskin dipandang sebagai sumberdaya manusia yang berpotensi untuk berpikir dan bertindak yang pada saat ini memerlukan penguatan agar mampu memanfaatkan daya yang dimiliki. Masyarakat miskin akan mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mau memberikan kebebasan kepada masyarakat tersebut untuk mengatur dirinya sendiri yang diikuti oleh peran pemerintah sebagai fasilitator.
Ruang lingkup program penanggulangan kemiskinan seharusnya tidak hanya mengenai besarnya jumlah bantuan yang diberikan kepada sasaran namun juga harus terdapat upaya peningkatan kemampuan, kewenangan serta tanggung jawab masyarakat khususnya masyarakat miskin dalam pengelolaan tersebut. Memberdayakan Masyarakat dalam Menanggulangi Kemiskinan. Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa program-program penanggulangan kemiskinan masih belum mencapai sasaran yang optimal. Hal ini berakibat banyak proyek pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat miskin menjadi salah alamat dan tidak memecahkan masalah. Untuk itu diperlukan pemahaman dalam penanggulangan kemiskinan yang lebih melibatkan masyarakat miskin sebagai pelaku pembangunan. Masyarakat miskin tidak lagi hanya sebagai obyek yang dianggap tidak mampu sehingga tidak dilibatkan dalam proses perencanaan yang berdampak pada pelaksanaan kebijakan yang salah sasaran. Melibatkan masyarakat tidak hanya sekedar berpartisipasi namun lebih daripada itu. Masyarakat miskin diberdayakan dalam proses pembangunan utamanya dalam menanggulangi kemiskinannya.
Pemberdayaan pada dasarnya merupakan suatu proses yang dijalankan dengan kesadaran dan partisipasi penuh dari para pihak untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat sebagai sumberdaya pembangunan agar mampu mengenali permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan dan menolong diri menuju keadaan yang lebih baik, mampu menggali dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk kepentingan diri dan kelompoknya, serta mampu mengeksistensikan diri secara jelas dengan mendapat manfaat darinya.
Tahap penyadaran, target sasaran yaitu masyarakat miskin diberikan pemahaman bahwa mereka mempunyai hak untuk menjadi berada. Di samping itu juga diberikan penyadaran bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk keluar dari kemiskinannya. Pada tahap ini, masyarakat miskin dibuat mengerti bahwa proses pemberdayaan itu harus berasal dari diri mereka sendiri. Diupayakan pula agar komunitas ini mendapat cukup informasi. Melalui informasi aktual dan akurat terjadi proses penyadaran secara alamiah. Proses ini dapat dipercepat dan dirasionalkan hasilnya dengan hadirnya upaya pendampingan. Tahap Pengkapasitasan, tahap ini bertujuan untuk memampukan masyarakat miskin sehingga mereka memiliki keterampilan untuk mengelola paluang yang akan diberikan. Tahap ini dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan, lokakaya dan kegiatan sejenis yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat ketrampilan mereka .
Penanggulangan kemiskinan adalah tanggung jawab semua pihak, pemerintah, organisasi sosial dan swasta, masyarakat dengan peningkatan taraf hidup ekonomi, peningkatan mutu pendidikan serta pemberdayaan masyarakat. Langkah pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan yang selama ini bersifat top-down sudah saatnya dirubah karena terbukti menemui kegagalan dalam implementasinya. Perumusan strategi penanggulangan kemiskinan harus mengakomodasi suara rakyat yang menderita kemiskinan (bottom-up) agar program yang dijalankan tepat sasaran dan berkelanjutan.
BAB III
KESIMPULAN
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat akan membantu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan.
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://kikikiko.ngeblogs.com/2009/11/19/penanggulangan-kemiskinan-di-indonesia/
2. http://pnpmtuba.blogspot.com/
3. http://kikikiko.ngeblogs.com/2009/11/19/penanggulangan-kemiskinan-di-indonesia/
4. http://adisatria.blogspot.com/2009/08/kumpulan-arti-cara-dan-makna-seputar_19.html
5. http://smpkebondalem.blogspot.com/2009/04/dampak-kemiskinan-terhadap-masyarakat.html
6. Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/10/ekonomi/847162.htm
7. http://www.damandiri.or.id/file/waluyojatiunmuhsurakartabab1.pdf
PENDAHULUAN
Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang, apalagi sejak terhempasnya dengan krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997, krisis ini membawa dampak negative bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan adanya krisis jumlah pengangguran semakin meningkat, melemahnya kegiatan ekonomi, memburuknya pelayanan kesehatan dan pendidikan, memburuknya kondisi prasarana dan sarana umum, menurunnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kemiskinan juga seringakali dipahami sebagai gejala yang bersifat komplek dan multidimensi . Rendahnya tingkat kehidupan yang sering sebagai alat ukur kemiskinan pada hakekatnya merupakan salah satu mata rantai dari lingkaran kemiskinan. Beban kemiskinan yang paling besar sangat dirasakan oleh kelompok-kelompok tertentu , kaum perempuan pada umumnya merupakan pihak yang dirugikan,mereka sering menanggung beban hidup yang lebih berat dari pada kaum pria. Demikian pula dengan anak-anak yang menderita akibat kualitas hidup masa depan mereka yang terancam oleh karena kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan serta keterbelakangan dalam banyak hal.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan prasarana, dan pendampingan, namun sampai sekarang masalah kemiskinan belum juga teratasi, maka perlunya adanya pemikiran akan suatu strategi baru penanggulangan kemiskinan yang lebih menyentuh akar permasalahan kemiskinan dan lebih terpadu. Pandangan konvensional menyebutkan kemiskinan sebagai kekurangan modal dan menganggap masyarakat miskin sebagai obyek yang tidak memiliki informasi dan pilihan sehingga tidak perlu terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Implikasi dari pendekatan ini adalah pemerintah mempunyai peran dominan untuk menyediakan modal dan kebutuhan dasar masyarakat miskin. Pendekatan ini terbukti kurang optimal dalam memecahkan masalah kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh kesulitan anggaran dan lemahnya rancangan kebijakan, tetapi juga tidak adanya pengakuan dan penghormatan atas suara dan hak-hak dasar masyarakat miskin. Oleh sebab itu, pemecahan masalah kemiskinan tidak lagi dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui berbagai kebijakan sektoral yang terpusat, seragam dan berjangka pendek. Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin itu sendiri dan adanya pengakuan, pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar mereka, yaitu hak sosial, ekonomi dan politik.
Dengan demikian, strategi penanggulangan kemiskinan memerlukan pendekatan yang terpadu, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, terencana, dan berkesinambungan, serta menuntut keterlibatan semua pihak baik pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat miskin sendiri agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.
BAB II
PEMBAHASAN
Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problem yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negara-negara berkembang, masalah kemiskinan ini menuntut adanya upaya pemecahan masalah secara berencana ,terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat, upaya pemecahan kemiskinan tersebut sebagai upaya untuk mempercepat proses pembangunan yang selama ini sedang dilakukan. Istilah kemiskinan sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang asing dalam kehidupan kita, kemiskinan yang di maksud disini adalah kemiskinan ditinjau dari sisi material (ekonomi). Menurut Prof.Dr.Emil Salim yang di maksud dengan kemiskinan adalah merupakan suatu keadaan yang di lukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok . Atau dengan istilah lain kemiskinanitu merupakan ketidak mampu dalam memenuhi kebutuhan pokok sehingga mengalami keresahan ,kesengsaraan atau kemelaratan dalam setiap langkah hidupnya.
Adapun Masalah kemiskinan disebabkan karena Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita adalah : Naiknya standar perkembangan suatu daerah, politik ekonomi yang tidak sehat dan faktor-faktor dari luar negri seperti beban hutang serta rusaknya syarat-syarat perdagangan
Masalah kemiskinan juga disebabkan karena menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat. Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal. Biaya kehidupan yang tinggi juga mempengaruhi hidup menjadi miskin. Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
Banyak masyarakat miskin yang telah tersentuh program penanggulangan kemiskinan namun hasilnya belum seperti yang diharapkan. Masyarakat miskin yang telah tersentuh program pengentasan kemiskinan tidak beranjak dari kondisi kemiskinannya. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan permasalahan ini. Pertama, program penanggulangan masih berorientasi pada aspek ekonomi semata. Kenyataan yang ada bahwa masalah kemiskinan merupakan masalah multi dimensi sehingga program penanggulangan kemiskinan hendaknya tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tapi juga aspek lainnya secara holistik. Kedua, program penanggulangan kemiskinan dengan pola top down planning memposisikan masyarakat miskin sebagai obyek bukan sebagai subyek atau pelaku utama yang aktif terlibat dalam aktivitas program tersebut. Untuk itu perlu melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, bahkan jika memungkinkan sampai pada tahap pengambilan keputusan. Ketiga, Program penanggulangan kemiskinan lebih bersifat sebagai suatu bentuk rasa murah hati dari pemerintah yang akhirnya mengenyampingkan produktivitas masyarakat miskin dan mendorong masyarakat miskin lebih menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan oleh pihak lain. Seharusnya masyarakat miskin dipandang sebagai sumberdaya manusia yang berpotensi untuk berpikir dan bertindak yang pada saat ini memerlukan penguatan agar mampu memanfaatkan daya yang dimiliki. Masyarakat miskin akan mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mau memberikan kebebasan kepada masyarakat tersebut untuk mengatur dirinya sendiri yang diikuti oleh peran pemerintah sebagai fasilitator.
Ruang lingkup program penanggulangan kemiskinan seharusnya tidak hanya mengenai besarnya jumlah bantuan yang diberikan kepada sasaran namun juga harus terdapat upaya peningkatan kemampuan, kewenangan serta tanggung jawab masyarakat khususnya masyarakat miskin dalam pengelolaan tersebut. Memberdayakan Masyarakat dalam Menanggulangi Kemiskinan. Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa program-program penanggulangan kemiskinan masih belum mencapai sasaran yang optimal. Hal ini berakibat banyak proyek pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat miskin menjadi salah alamat dan tidak memecahkan masalah. Untuk itu diperlukan pemahaman dalam penanggulangan kemiskinan yang lebih melibatkan masyarakat miskin sebagai pelaku pembangunan. Masyarakat miskin tidak lagi hanya sebagai obyek yang dianggap tidak mampu sehingga tidak dilibatkan dalam proses perencanaan yang berdampak pada pelaksanaan kebijakan yang salah sasaran. Melibatkan masyarakat tidak hanya sekedar berpartisipasi namun lebih daripada itu. Masyarakat miskin diberdayakan dalam proses pembangunan utamanya dalam menanggulangi kemiskinannya.
Pemberdayaan pada dasarnya merupakan suatu proses yang dijalankan dengan kesadaran dan partisipasi penuh dari para pihak untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat sebagai sumberdaya pembangunan agar mampu mengenali permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan dan menolong diri menuju keadaan yang lebih baik, mampu menggali dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk kepentingan diri dan kelompoknya, serta mampu mengeksistensikan diri secara jelas dengan mendapat manfaat darinya.
Tahap penyadaran, target sasaran yaitu masyarakat miskin diberikan pemahaman bahwa mereka mempunyai hak untuk menjadi berada. Di samping itu juga diberikan penyadaran bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk keluar dari kemiskinannya. Pada tahap ini, masyarakat miskin dibuat mengerti bahwa proses pemberdayaan itu harus berasal dari diri mereka sendiri. Diupayakan pula agar komunitas ini mendapat cukup informasi. Melalui informasi aktual dan akurat terjadi proses penyadaran secara alamiah. Proses ini dapat dipercepat dan dirasionalkan hasilnya dengan hadirnya upaya pendampingan. Tahap Pengkapasitasan, tahap ini bertujuan untuk memampukan masyarakat miskin sehingga mereka memiliki keterampilan untuk mengelola paluang yang akan diberikan. Tahap ini dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan, lokakaya dan kegiatan sejenis yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat ketrampilan mereka .
Penanggulangan kemiskinan adalah tanggung jawab semua pihak, pemerintah, organisasi sosial dan swasta, masyarakat dengan peningkatan taraf hidup ekonomi, peningkatan mutu pendidikan serta pemberdayaan masyarakat. Langkah pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan yang selama ini bersifat top-down sudah saatnya dirubah karena terbukti menemui kegagalan dalam implementasinya. Perumusan strategi penanggulangan kemiskinan harus mengakomodasi suara rakyat yang menderita kemiskinan (bottom-up) agar program yang dijalankan tepat sasaran dan berkelanjutan.
BAB III
KESIMPULAN
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat akan membantu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan.
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://kikikiko.ngeblogs.com/2009/11/19/penanggulangan-kemiskinan-di-indonesia/
2. http://pnpmtuba.blogspot.com/
3. http://kikikiko.ngeblogs.com/2009/11/19/penanggulangan-kemiskinan-di-indonesia/
4. http://adisatria.blogspot.com/2009/08/kumpulan-arti-cara-dan-makna-seputar_19.html
5. http://smpkebondalem.blogspot.com/2009/04/dampak-kemiskinan-terhadap-masyarakat.html
6. Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/10/ekonomi/847162.htm
7. http://www.damandiri.or.id/file/waluyojatiunmuhsurakartabab1.pdf
Narkoba
NARKOBA MERUSAK MASA DEPAN BANGSA
PENDAHULUAN
Seperti kita ketahui bersama, dewasa ini penyalahgunaan narkoba telah terjadi di semua tempat, baik di daerah pedesaan maupun di perkotaan. Masyarakat pengguna sangat beragam, mulai dari remaja sampai orang tua bahkan anak-anak. Oleh karena itu, penyalahgunaan narkoba, saat ini telah menjadi problema nasional dan bahkan internasional. Jaringan pengedarnyapun sangat luas dan meliputi hampir semua negara di dunia.
Pada awalnya penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang terbatas pada dunia kedokteran namun belakangan terjadi penyimpangan fungsi dan penggunaannya tidak lagi terbatas pada dunia kedokteran. Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut narkoba dewasa ini cukup meningkat terutama di kalangan generasi muda. Morfin dan obat-obat sejenis yang semula dipergunakan sebagai obat penawar rasa sakit, sejak lama sudah mulai disalahgunakan. Orang-orang sehat pun tidak sedikit yang mengkonsumsi obat-obatan ini. Maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang diakui banyak kalangan menjadi ancaman yang berbahaya bagi bangsa Indonesia.
Motivasi dan penyebab mengapa orang mengkonsumsi obat-obatan tersebut dapat bermacam-macam antara lain sebagai tindakan pemberontakan karena adanya penolakan oleh lingkungan seperti adanya perasaan minder, latar belakang dari keluarga yang berantakan, patah hati, atau hal-hal lain. Penyebab lain adalah sebagai tindakan untuk mengurangi stres dan depresi, sekedar mencoba untuk mendapatkan perasaan nyaman dan menyenangkan, sebagai tindakan agar diterima dalam lingkungan tertentu dan adanya rasa gengsi atau sebagai tindakan untuk lari dari realita kehidupan. Banyak kejadian dimana remaja menggunakan narkoba hanya untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari orang lain, contohnya ketika seorang anak sedang mengalami konflik, anak membutuhkan kehadiran serta perlindungan dari orangtuanya namun ketika anak tidak pernah mendapatkan penyelesaian dari orangtua maka dirinya mencari penyelesaian dari lingkungan dan teman-temannya. Hal tersebut hanyalah manifestasi dari kebutuhan mereka akan penghargaan dan pengakuan dari orangtua mereka sendiri. Disamping itu, alasan utama seseorang mencoba obat-obatan adalah karena rasa ingin tahu mereka terhadap efek yang menyenangkan dari narkoba dan keinginan untuk mengikuti bujukan orang lain terutama dari lingkungan pergaulan mereka.
Untuk dewasa ini perkembangan pengguna narkoba terus berkembang dengan pesat berkembangnya jumlah pecandu ditentukan oleh dua faktor, yaitu (1) Faktor dari dalam diri meliputi : minat, rasa ingin tau, lemahnya rasa ketuhanan, ketidakstabilan emosi. (2) Faktor dari luar diri meliputi : gangguan psiko-sosial keluarga, lemahnya hukum terhadap pengedar dan pengguna narkoba, lemahnya sistem sekolah termasuk bimbingan konseling dan lemahnya pendidikan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa puber. Pada masa inilah umumnya dikenal sebagai masa “percobaan” keadaan remaja penuh energi, serba ingin tahu, belum sepenuhnya memiliki pertimbangan yang matang, mudah terombang-ambing, mudah terpengaruh, nekat dan berani, emosi tinggi, selalu ingin coba-coba dan tidak mau ketinggalan. Pada masa-masa inilah mereka menunjukkan sikap ketidakmantapan, atau sikap tidak konsisten yakni berpindah-pindah perilaku atau norma. Dalam masa transisinya mereka berusaha menyadari tentang siapa dirinya, seraya mencari identitas egonya dengan melepas diri dari segala bentuk kekangan dan berontak terhadap norma-norma atau tradisi yang berlaku yang kiranya tidak dikehendaki dan diantaranya mereka banyak yang terjebak dengan yang namanya narkoba dan mereka-meraka ini menjadi sasaran yang empuk bagi para pengedar obat terlarang.
Begitu pula di usia remaja, terdapat suatu gejala psikologis tertentu sebagai akibat masa perkembangan. Gejala yang paling menonjol pada masa perkembangan ini, yakni adanya kebutuhan atau keterikatan dalam kelompok sebaya (peer group) secara kuat. Seringkali juga terdapat persaingan tersembunyi, yang tujuannya untuk mendapatkan status dan prestise dalam suatu kelompok
Penyalahgunaan obat terlarang kebanyakan terjadi di kalangan remaja/pelajar dan permasalahan ini merupakan masalah yang sangat kompleks, karena permasalahan tersebut tidak saja menyangkut pada remaja atau pelajar itu sendiri, tetapi juga melibatkan banyak pihak baik keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, teman sebaya, tenaga kesehatan, serta aparat hukum, baik sebagai faktor penyebab, pencetus, ataupun yang menanggulangi
Untuk melakukan penanggulangan terhadap peredaran narkoba yang sudah semakin memprihatinkan dan membahayakan karena semakin banyaknya jumlah generasi muda Indonesia yang telah menjadi korban penyalahgunaan narkoba, maka diperlukan suatu bentuk manajemen penanggulangan peredaran narkoba serta dampak bahaya yang ditimbulkannya dengan melibatkan masyarakat sebagai komponen utama. Strategi penanggulangan peredaran narkoba tersebut direalisasikan melalui pembentukan organisasi dari kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Kolaborasi kelompok – kelompok sosial tersebut diberikan pembekalan, pendidikan dan pelatihan yang memadai sehingga diharapkan kelak dapat memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat dalam menanggulangi kejahatan peredaran narkoba yang semakin memprihatinkan. Penanganan masalah narkoba melalui pemberdayaan kelompok sosial masyarakat harus disusun dan direncanakan secara sistematis dan berkesinambungan dengan didukung oleh kepolisian dan pemerintah yang melalui beberapa proses antara lain, yaitu pertama Input merupakan keikut sertaan dan pelibatan lembaga-lembaga terkait, seperti kepolisian, Badan Narkotika Daerah, Departemen Sosial serta lembaga kemasyarakatan yang peduli terhadap narkoba. Kedua Proses, yang meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari kegiatan yang telah dilaksanakan. Ketiga Out Put, yaitu diharapkan dengan kolaborasi kelompok sosial ini dapat meningkatkan peran dan kapasitas kelompok sosial dalam penanggulangan narkoba peredaran narkoba dan diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam memberikan penyuluhan dan pemahaman kepada masyarakat tentang penanggulangan peredaran narkoba dan dampak bahaya yang dapat ditimbulkan oleh narkoba
BAB III
KESIMPULAN
Permasalahan penyalahgunaan dan pererdaran gelap narkoba memang bukanlah masalah yang sederhana. Masalahnya sangat komplek dan bisa dikatakan rumit. Karena itu diperlukan berbagai upaya yang komprehensif dan berkesinambungan dalam memeranginya.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat selama ini nampaknya belum menunjukkan hasil yang memuaskan, hal ini disebabkan oleh berbagai kelemahan dan kendala terutama dalam koordinasi aplikasi program, evaluasi dan monitoring serta masalah moral penegak hukum.
Potensi masyarakat khususnya tokoh masyarakat sesungguhnya mempunyai kekuatan strategis apabila digerakkan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Mengapa? Karena pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat adalah upaya untuk memberi kekuatan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan melakukan upaya-upaya untuk mencapai kebutuhan tersebut. Pendekatan ini dianggap relevan dalam mengatasi masalah narkoba dikalangan masyarakat
Penanganan penyalahguna narkoba merupakan tugas kita bersama agar bangsa kita terlepas dari lost generation. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan narkoba secara berkesinambungan agar penyalahguna narkoba dapat terdeteksi sedini mungkin. Paling tidak melalui uji screening. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahaya yang akan timbul dan biaya untuk menyembuhkan pecandu narkoba sangat mahal dan memerlukan waktu yang lama
Dalam rangka semangat untuk terus memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, mari kita perbaiki kelemahan – kelemahan tersebut dan kita atasi berbagai kendala dengan cara yang cerdas. Demi bangsa dan negara ini, mari kita semua terus berjuang memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://lead.sabda.org/kecanduan_dan_penyalahgunaan_obat_obatan
2. http://www.indonesia.go.id/id/indek.php?option=com_content&task=view&id-5841&Itemid=
3. http://midwiferyeducator.wordpress.com/2009/12/16/penyalahgunaan-obat-terlarang-napza-narkotika-psikotropika-dan-zat-adiktif-lainnya-drugs/
4. http://www.sadarnarkoba.com/?p=65
5. http://a-r-r-i.blog.friendster.com/2008/02/penyalahgunaan-obat-terlarang-di-kalangan-remajapelajar/
6. http://yanrehsos.depsos.go.id/modules.php?name=Content&spa=showpage&pid=9
7. http://ynsuryani.wordpress.com/2008/06/16/permasalahan-narkoba-di-indonesia
8. http://greenhati.blogspot.com/2009/01/narkoba dan barang terlarang.htm
PENDAHULUAN
Seperti kita ketahui bersama, dewasa ini penyalahgunaan narkoba telah terjadi di semua tempat, baik di daerah pedesaan maupun di perkotaan. Masyarakat pengguna sangat beragam, mulai dari remaja sampai orang tua bahkan anak-anak. Oleh karena itu, penyalahgunaan narkoba, saat ini telah menjadi problema nasional dan bahkan internasional. Jaringan pengedarnyapun sangat luas dan meliputi hampir semua negara di dunia.
Pada awalnya penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang terbatas pada dunia kedokteran namun belakangan terjadi penyimpangan fungsi dan penggunaannya tidak lagi terbatas pada dunia kedokteran. Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut narkoba dewasa ini cukup meningkat terutama di kalangan generasi muda. Morfin dan obat-obat sejenis yang semula dipergunakan sebagai obat penawar rasa sakit, sejak lama sudah mulai disalahgunakan. Orang-orang sehat pun tidak sedikit yang mengkonsumsi obat-obatan ini. Maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang diakui banyak kalangan menjadi ancaman yang berbahaya bagi bangsa Indonesia.
Motivasi dan penyebab mengapa orang mengkonsumsi obat-obatan tersebut dapat bermacam-macam antara lain sebagai tindakan pemberontakan karena adanya penolakan oleh lingkungan seperti adanya perasaan minder, latar belakang dari keluarga yang berantakan, patah hati, atau hal-hal lain. Penyebab lain adalah sebagai tindakan untuk mengurangi stres dan depresi, sekedar mencoba untuk mendapatkan perasaan nyaman dan menyenangkan, sebagai tindakan agar diterima dalam lingkungan tertentu dan adanya rasa gengsi atau sebagai tindakan untuk lari dari realita kehidupan. Banyak kejadian dimana remaja menggunakan narkoba hanya untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari orang lain, contohnya ketika seorang anak sedang mengalami konflik, anak membutuhkan kehadiran serta perlindungan dari orangtuanya namun ketika anak tidak pernah mendapatkan penyelesaian dari orangtua maka dirinya mencari penyelesaian dari lingkungan dan teman-temannya. Hal tersebut hanyalah manifestasi dari kebutuhan mereka akan penghargaan dan pengakuan dari orangtua mereka sendiri. Disamping itu, alasan utama seseorang mencoba obat-obatan adalah karena rasa ingin tahu mereka terhadap efek yang menyenangkan dari narkoba dan keinginan untuk mengikuti bujukan orang lain terutama dari lingkungan pergaulan mereka.
Untuk dewasa ini perkembangan pengguna narkoba terus berkembang dengan pesat berkembangnya jumlah pecandu ditentukan oleh dua faktor, yaitu (1) Faktor dari dalam diri meliputi : minat, rasa ingin tau, lemahnya rasa ketuhanan, ketidakstabilan emosi. (2) Faktor dari luar diri meliputi : gangguan psiko-sosial keluarga, lemahnya hukum terhadap pengedar dan pengguna narkoba, lemahnya sistem sekolah termasuk bimbingan konseling dan lemahnya pendidikan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa puber. Pada masa inilah umumnya dikenal sebagai masa “percobaan” keadaan remaja penuh energi, serba ingin tahu, belum sepenuhnya memiliki pertimbangan yang matang, mudah terombang-ambing, mudah terpengaruh, nekat dan berani, emosi tinggi, selalu ingin coba-coba dan tidak mau ketinggalan. Pada masa-masa inilah mereka menunjukkan sikap ketidakmantapan, atau sikap tidak konsisten yakni berpindah-pindah perilaku atau norma. Dalam masa transisinya mereka berusaha menyadari tentang siapa dirinya, seraya mencari identitas egonya dengan melepas diri dari segala bentuk kekangan dan berontak terhadap norma-norma atau tradisi yang berlaku yang kiranya tidak dikehendaki dan diantaranya mereka banyak yang terjebak dengan yang namanya narkoba dan mereka-meraka ini menjadi sasaran yang empuk bagi para pengedar obat terlarang.
Begitu pula di usia remaja, terdapat suatu gejala psikologis tertentu sebagai akibat masa perkembangan. Gejala yang paling menonjol pada masa perkembangan ini, yakni adanya kebutuhan atau keterikatan dalam kelompok sebaya (peer group) secara kuat. Seringkali juga terdapat persaingan tersembunyi, yang tujuannya untuk mendapatkan status dan prestise dalam suatu kelompok
Penyalahgunaan obat terlarang kebanyakan terjadi di kalangan remaja/pelajar dan permasalahan ini merupakan masalah yang sangat kompleks, karena permasalahan tersebut tidak saja menyangkut pada remaja atau pelajar itu sendiri, tetapi juga melibatkan banyak pihak baik keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, teman sebaya, tenaga kesehatan, serta aparat hukum, baik sebagai faktor penyebab, pencetus, ataupun yang menanggulangi
Untuk melakukan penanggulangan terhadap peredaran narkoba yang sudah semakin memprihatinkan dan membahayakan karena semakin banyaknya jumlah generasi muda Indonesia yang telah menjadi korban penyalahgunaan narkoba, maka diperlukan suatu bentuk manajemen penanggulangan peredaran narkoba serta dampak bahaya yang ditimbulkannya dengan melibatkan masyarakat sebagai komponen utama. Strategi penanggulangan peredaran narkoba tersebut direalisasikan melalui pembentukan organisasi dari kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Kolaborasi kelompok – kelompok sosial tersebut diberikan pembekalan, pendidikan dan pelatihan yang memadai sehingga diharapkan kelak dapat memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat dalam menanggulangi kejahatan peredaran narkoba yang semakin memprihatinkan. Penanganan masalah narkoba melalui pemberdayaan kelompok sosial masyarakat harus disusun dan direncanakan secara sistematis dan berkesinambungan dengan didukung oleh kepolisian dan pemerintah yang melalui beberapa proses antara lain, yaitu pertama Input merupakan keikut sertaan dan pelibatan lembaga-lembaga terkait, seperti kepolisian, Badan Narkotika Daerah, Departemen Sosial serta lembaga kemasyarakatan yang peduli terhadap narkoba. Kedua Proses, yang meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari kegiatan yang telah dilaksanakan. Ketiga Out Put, yaitu diharapkan dengan kolaborasi kelompok sosial ini dapat meningkatkan peran dan kapasitas kelompok sosial dalam penanggulangan narkoba peredaran narkoba dan diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam memberikan penyuluhan dan pemahaman kepada masyarakat tentang penanggulangan peredaran narkoba dan dampak bahaya yang dapat ditimbulkan oleh narkoba
BAB III
KESIMPULAN
Permasalahan penyalahgunaan dan pererdaran gelap narkoba memang bukanlah masalah yang sederhana. Masalahnya sangat komplek dan bisa dikatakan rumit. Karena itu diperlukan berbagai upaya yang komprehensif dan berkesinambungan dalam memeranginya.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat selama ini nampaknya belum menunjukkan hasil yang memuaskan, hal ini disebabkan oleh berbagai kelemahan dan kendala terutama dalam koordinasi aplikasi program, evaluasi dan monitoring serta masalah moral penegak hukum.
Potensi masyarakat khususnya tokoh masyarakat sesungguhnya mempunyai kekuatan strategis apabila digerakkan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Mengapa? Karena pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat adalah upaya untuk memberi kekuatan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan melakukan upaya-upaya untuk mencapai kebutuhan tersebut. Pendekatan ini dianggap relevan dalam mengatasi masalah narkoba dikalangan masyarakat
Penanganan penyalahguna narkoba merupakan tugas kita bersama agar bangsa kita terlepas dari lost generation. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan narkoba secara berkesinambungan agar penyalahguna narkoba dapat terdeteksi sedini mungkin. Paling tidak melalui uji screening. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahaya yang akan timbul dan biaya untuk menyembuhkan pecandu narkoba sangat mahal dan memerlukan waktu yang lama
Dalam rangka semangat untuk terus memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, mari kita perbaiki kelemahan – kelemahan tersebut dan kita atasi berbagai kendala dengan cara yang cerdas. Demi bangsa dan negara ini, mari kita semua terus berjuang memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://lead.sabda.org/kecanduan_dan_penyalahgunaan_obat_obatan
2. http://www.indonesia.go.id/id/indek.php?option=com_content&task=view&id-5841&Itemid=
3. http://midwiferyeducator.wordpress.com/2009/12/16/penyalahgunaan-obat-terlarang-napza-narkotika-psikotropika-dan-zat-adiktif-lainnya-drugs/
4. http://www.sadarnarkoba.com/?p=65
5. http://a-r-r-i.blog.friendster.com/2008/02/penyalahgunaan-obat-terlarang-di-kalangan-remajapelajar/
6. http://yanrehsos.depsos.go.id/modules.php?name=Content&spa=showpage&pid=9
7. http://ynsuryani.wordpress.com/2008/06/16/permasalahan-narkoba-di-indonesia
8. http://greenhati.blogspot.com/2009/01/narkoba dan barang terlarang.htm
Wayang
WAYANG MERUPAKAN BUDAYA LOKAL YANG
MENJADI KEKAYAAN BUDAYA BANGASA
BAB I
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang pluralistik mempunyai berbagai macam, bentuk, dan variasi kesenian budaya. Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh peradaban budayanya. Seiring dengan perkembangan jaman dan globalisasi, semakin banyak kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia. Generasi muda bangsa kita semakin lupa akan budaya bangsanya sendiri, mereka seakan-akan tertelan arus globalisasi yang lebih mengandalkan teknologi dan melupakan akar budayanya sendiri. Kebudayaan asli seakan-akan hampir punah karena tidak dilestarikan dan semakin tertelan arus perubahan jaman.
Walaupun teknologi di era globalisasi ini merupakan faktor dominan dalam kultur kehidupan manusia masa kini dan juga merupakan ketergantungan yang hebat, namun kita juga harus dapat mewarnai era globalisasi ini dengan dikembangkannya kebudayaan negeri sendiri.
Wayang sebagai salah satu kesenian tradisional leluhur kita yang mempunyai banyak sekali nilai-nilai seni, yang mengandung dasar falsafah hidup dan pengajaran-pengajaran yang bernilai, merupakan kesenian yang unik dan juga merupakan salah satu kekayaan budaya yang seharusnya dapat mulai dilestarikan, karena keberadaannya yang semakin tenggelam dalam era globalisasi. Bukan tidak mungkin dengan menghidupkan kembali kesenian wayang, dapat menjadi ciri khas dan dapat menjadi aset bagi suatu daerah, mengingat nilai kebudayaan wayang adalah suatu kekayaan yang tidak ternilai, yang diharapkan dapat menciptakan keseimbangan dalam menghadapi persaingan yang jelas akan terjadi pada era pasar perdagangan bebas.
Maka sangatlah penting melestarikan budaya wayang agar dapat menghadirkan kembali suasana tradisional yang mampu menghidupkan, mengembangkan, memelihara dan mempopulerkan wayang di tengah masyarakat, selain untuk memenuhi perkembangan era globalisasi kebudayaan dengan lahirnya generasi muda yang kreatif terhadap nilai-nilai budaya dan memiliki jiwa kompetitif terhadap kesenian baru dan masuknya kebudayaan-kebudayaan asing.
BAB II
PEMBAHASAN
Wayang merupakan hasil, cipta rasa dan karsa manusia Indonesia oleh proses daya spiritual. Nonton pagelaran wayang merupakan proses introspeksi intuitif terhadap simbol-simbol kehidupan disertai pembersihan intelektual dan penyucian moral sehingga mendapatkan pencerahan rohani. Pagelaran wayang memakai logika dongeng tetapi logika itu atas dasar nilai-nilai realitas seharí-hari. Wayang merupakan cermin kehidupan manusia secara kongkrit. Oleh karena itu, filsafat wayang berakar pada realitas nilai-nilai kehidupan di masyarakat Indonesia.
Dalam simbol-simbol yang digelarkan dalam pewayangan dapat memberi gambaran dan pemahaman bagi kita bahwa pagelaran wayang merupakan gambaran Tuhan dalam menciptakan kehidupan manusia dan seisi alamnya. Ruangan kosong tempat pentas wayang melambangkan alam semesta sebelum Tuhan menciptakan kehidupan. Kelir menggambarkan langit, pohon pisang sebagai bumi, blencong sebagai matahari, wayang melambangkan manusia dan mahkluk penghuni dunia lainnya, gamelan dan karawitan menggambarkan irama kehidupan, penonton adalah roh-roh mahkluk Tuhan yang menyaksikan pentas kehidupan manusia. Semua ciptaan Tuhan seisi alam ini hidup dan bergerak sesuai kodrat Tuhan. Tuhan adalah Dzat yang kadim, azali dan abadi. Manusia diciptakan Tuhan dengan simbol gunungan atau "kayon". Kayon menancap ditengah kelir adalah lambang hayat atau hidup, maksudnya sebelum manusia lahir, hidup itu sudah ada. Gunungan dicabut menandakan manusia itu lahir yang dilambangkan pada "jejer" atau adegan pertama, seorang raja hadir dipasewakan agung suatu negara. Perjalanan hidup manusia selanjutnya akan mengikuti alur kodrat lahir, dewasa, tua dan mati sesuai irama hidup dalam pagelaran wayang yaitu pathet 6, 9 dan pathet manyura. Akhir dari pathet manyura adalah "tanceb kayon" sebagai lambang manusia itu mati. Gunungan ditancapkan kembali ditengah kelir yang menandakan manusia mati tetapi hayat tetap ada untuk memasuki hidup setelah mati di alam akherat. Oleh karena itu ketika hidup, manusia hendaknya memahami "sangkan paraning dumadi" dan selalu berusaha "nggayuh kasampurnan" agar hidupnya selamat didunia dan akherat.
Begitu kaya nilai positif yang terkandung dalam seni budaya wayang, lewat tontonan wayang manusia bisa belajar dan memaknai kehidupan seperti yang dilakonkan dalam pewayangan karena dalam pewayangan berusaha memberikan jawaban-jawaban etis terhadap berbagai aspek kehidupan manusia dalam kehidupan pribadi, berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dalam kehidupan pribadi wayang memberikan jawaban berupa etika budi pekerti. Budi pekerti yang tidak sekedar normatif melainkan aplikatif karena disampaikan melalui contoh-contoh dalam pagelaran wayang sehingga tidak indoktrinatif melainkan edukatif. Dalam kehidupan bermasyarakat, wayang mengajukan gagasannya mengenai negara yang ideal, pemimpin yang bijaksana, kehidupan masyarakat yang sejahtera dan sebagainya. Gagasan tersebut antara lain terungkap pada narasi "jejer" pertama dipasewakan agung suatu negara.Dalam setiap lakon wayang yang dipentaskan, pandangan dan jawaban filsafati kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara itu selalu dikemukakan dengan jelas yang sebenarnya mudah diserap oleh para pemirsanya.
Namun sayang budaya wayang sudah mulai ditinggalkan seperti dikutip dalam Koran kompas 17 Juli 2009 dimana Pertunjukan wayang kulit menghadapi masa krisis karena dalam beberapa tahun terakhir pagelaran wayang semakin sepi. Indikasi krisis itu ditunjukkan dengan semakin sepinya tanggapan untuk pementasan wayang kulit secara merata di berbagai daerah.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, situasi dunia mengalami perubahan yang sangat cepat. Masuknya beraneka ragam budaya di tengah masyarakat, tanpa disadari terus menggerus budaya lokal. Budaya wayangpun kini terkesan terpinggirkan. Seharusnya, muatan lokal tadi mampu menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Salah satunya adalah popularitas wayang yang semakin jarang dimainkan. Ada perasaan malu, saat sekumpulan ABG duduk di atas tikar sembari menyaksikan pementasan wayang yang dimainkan dalang. Mereka menganggap wayang adalah tontonan orang tua. Ironisnya, merupakan sebuah kebanggaan jika sekumpulan ABG bisa berjingkrak-jingkrak di tengah lapangan, sembari mengikuti dentuman musik yang dibawakan grup band idola mereka. Fenomena seperti ini, disadari atau tidak terus bergulir seiring berjalannya waktu dan menyisakan banyak pertanyaan. Apakah wayang masih bisa dipertahankan atau akan menjadi sejarah. Bahkan yang paling menakutkan adalah warisan yang seharusnya kita jaga bersama akan diakui negara lain yang sekarang marak, dimana akhir-akhir ini budaya kita banyak diklaim oleh Negara tetangga yaitu Malaysia.
Memang untuk menyaksikan pementasan wayang, selain dibutuhkan waktu yang panjang hingga semalam suntuk, dibutuhkan pula kejelian membaca berbagai pesan yang disampaikan dalang dalam gerak maupun cerita yang dibawakan. Tidak hanya itu, pementasan wayang yang mayoritas penontonnya adalah orang tua diakuinya semakin membuat jarak antara generasi muda secara umum untuk bisa menjadi penerus tongkat estafet dalam melestarikan budaya daerah yang dimiliki. Tetapi, kondisi tersebut bukan berarti anak muda menjadi acuh terhadap budaya sendiri. Tidak ada salahnya kaum muda penggemari musik pop, rock, dangdut dan sebagainya. Namun sudah seyogyanya tetap mencintai kesenian daerah sehingga terjadi keseimbangan , yang justru akan memperkaya khasanah budaya yang ada sehingga regenerasi bisa berjalan dengan baik.
Untuk melestarikan dunia pewayangan dibutuh dukungan semua pihak bagaimana ke depan wayang bisa dilestarikan secara turun temurun, khususnya untuk menghadapi tantangan global. Tantangan global bukanlah halangan bagi dunia pewayangan, tapi bagaimana menjadikan budaya wayang dan budaya modern agar bisa berbaur, seiring, dan saling melengkapi. Untuk itu, diperlukan sejumlah terobosan baru agar budaya pewayangan dikemas berbeda dan menarik generasi muda yang saat ini lebih cenderung memilih budaya modern sebagai trend budaya mereka. Wayang tidak tabu dengan teknologi, oleh sebab itu inovasi terhadap wayang bukanlah menjadi masalah, misal dengan menambahkan unsur teknologi seperti menyertakan proyektor atau teknologi lainnya pada pentas wayang.
Dalam melestarikan budaya wayang bidang pendidikan sangat strategis untuk mempertahankan khasanah budaya dengan memberi ekstrakurikuler seperti gending, menari dan kesenian yang lain. Langkah ini menjadi salah satu modal agar generasi muda sejak usia dini bisa mengenal dan mempelajari kesenian secara universal, yang nantinya akan lebih spesifik karena untuk bisa memahami dan memainkan sebuah kesenian membutuhkan proses yang tidak singkat.
BAB III
KESIMPULAN
Kebudayaan dan seni adalah suatu yang tak ternilai harganya. Masyarakat Indonesia seharusnya dapat lebih menghargai seluruh budaya yang ada di Negara ini. Wayang merupakan salah satu bagian dari kesenian asli bangsa kita. Namun demikian cerita-cerita pewayangan belakangan ini memang kurang diminati dan ditinggalkan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda. Budaya wayang dan kesenian tradisional lainnya dianggap kuno dan tidak menarik.
Mestinya kita patut bangga bahwa wayang telah diakui dunia sebagai mahakarya yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi. Warisan kebudayaan tersebut dinilai sangat indah dan berharga. Itu berarti wayang telah menjadi salah satu warisan lokal yang diakui dunia untuk dilestarikan. Dengan begitu, masyarakat diharapkan mau ikut serta memelihara, melestarikan, dan mengembangkan warisan budayanya, baik yang menyangkut pengetahuan maupun apresiasi kebudayaan tradisional. Ini dimaksudkan supaya wayang akan selalu terjaga sebagai warisan kebudayaan Indonesia.
Agar kesenian wayang tetap lestari di Tanah Air, kita harus mencintai, menghargai, dan menjaganya sebaik mungkin, sehingga diharapkan pengakuan dunia terhadap keberadaan wayang dapat menyadarkan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, untuk mencintai dan selalu melestarikan kesenian tradisional Indonesia. Dunia pendidikan adalah sarana yang efektif untuk menjaga dan melestarikan wayang yaitu melalui penididikan apresiasi seni di sekolah-sekolah atau kegiatn ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh sekolah
Pemerintah Indonesia diharapkan untuk terus mendukung dan melestarikan budaya tanah air, diantaranya adalah kesenian wayang, karena kesenian wayang secara tidak langsung mengajarkan kepada kita, khususnya untuk generasi muda, nilai-nilai positif tentang perbuatan baik dan salah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Keputusan Konggres pewayangan “www.eastern/yogya.com./Web/Id.
2. Petra Christian Univercity- wayang “ Http:/petrachristianlibrary-jiunkpes ars-2002-22497106-88769-wayang-jawa-chapter-id.
3. www.radaltegal.com
4. Wayang-ku”www.wayangku-wordpress.com
5. Warisan Budaya untuk semua”http://arkeologi.ugm.ac.id
6. Museum wayang di Yogyakarta”,www.wayangku.wordpress.com
MENJADI KEKAYAAN BUDAYA BANGASA
BAB I
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang pluralistik mempunyai berbagai macam, bentuk, dan variasi kesenian budaya. Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh peradaban budayanya. Seiring dengan perkembangan jaman dan globalisasi, semakin banyak kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia. Generasi muda bangsa kita semakin lupa akan budaya bangsanya sendiri, mereka seakan-akan tertelan arus globalisasi yang lebih mengandalkan teknologi dan melupakan akar budayanya sendiri. Kebudayaan asli seakan-akan hampir punah karena tidak dilestarikan dan semakin tertelan arus perubahan jaman.
Walaupun teknologi di era globalisasi ini merupakan faktor dominan dalam kultur kehidupan manusia masa kini dan juga merupakan ketergantungan yang hebat, namun kita juga harus dapat mewarnai era globalisasi ini dengan dikembangkannya kebudayaan negeri sendiri.
Wayang sebagai salah satu kesenian tradisional leluhur kita yang mempunyai banyak sekali nilai-nilai seni, yang mengandung dasar falsafah hidup dan pengajaran-pengajaran yang bernilai, merupakan kesenian yang unik dan juga merupakan salah satu kekayaan budaya yang seharusnya dapat mulai dilestarikan, karena keberadaannya yang semakin tenggelam dalam era globalisasi. Bukan tidak mungkin dengan menghidupkan kembali kesenian wayang, dapat menjadi ciri khas dan dapat menjadi aset bagi suatu daerah, mengingat nilai kebudayaan wayang adalah suatu kekayaan yang tidak ternilai, yang diharapkan dapat menciptakan keseimbangan dalam menghadapi persaingan yang jelas akan terjadi pada era pasar perdagangan bebas.
Maka sangatlah penting melestarikan budaya wayang agar dapat menghadirkan kembali suasana tradisional yang mampu menghidupkan, mengembangkan, memelihara dan mempopulerkan wayang di tengah masyarakat, selain untuk memenuhi perkembangan era globalisasi kebudayaan dengan lahirnya generasi muda yang kreatif terhadap nilai-nilai budaya dan memiliki jiwa kompetitif terhadap kesenian baru dan masuknya kebudayaan-kebudayaan asing.
BAB II
PEMBAHASAN
Wayang merupakan hasil, cipta rasa dan karsa manusia Indonesia oleh proses daya spiritual. Nonton pagelaran wayang merupakan proses introspeksi intuitif terhadap simbol-simbol kehidupan disertai pembersihan intelektual dan penyucian moral sehingga mendapatkan pencerahan rohani. Pagelaran wayang memakai logika dongeng tetapi logika itu atas dasar nilai-nilai realitas seharí-hari. Wayang merupakan cermin kehidupan manusia secara kongkrit. Oleh karena itu, filsafat wayang berakar pada realitas nilai-nilai kehidupan di masyarakat Indonesia.
Dalam simbol-simbol yang digelarkan dalam pewayangan dapat memberi gambaran dan pemahaman bagi kita bahwa pagelaran wayang merupakan gambaran Tuhan dalam menciptakan kehidupan manusia dan seisi alamnya. Ruangan kosong tempat pentas wayang melambangkan alam semesta sebelum Tuhan menciptakan kehidupan. Kelir menggambarkan langit, pohon pisang sebagai bumi, blencong sebagai matahari, wayang melambangkan manusia dan mahkluk penghuni dunia lainnya, gamelan dan karawitan menggambarkan irama kehidupan, penonton adalah roh-roh mahkluk Tuhan yang menyaksikan pentas kehidupan manusia. Semua ciptaan Tuhan seisi alam ini hidup dan bergerak sesuai kodrat Tuhan. Tuhan adalah Dzat yang kadim, azali dan abadi. Manusia diciptakan Tuhan dengan simbol gunungan atau "kayon". Kayon menancap ditengah kelir adalah lambang hayat atau hidup, maksudnya sebelum manusia lahir, hidup itu sudah ada. Gunungan dicabut menandakan manusia itu lahir yang dilambangkan pada "jejer" atau adegan pertama, seorang raja hadir dipasewakan agung suatu negara. Perjalanan hidup manusia selanjutnya akan mengikuti alur kodrat lahir, dewasa, tua dan mati sesuai irama hidup dalam pagelaran wayang yaitu pathet 6, 9 dan pathet manyura. Akhir dari pathet manyura adalah "tanceb kayon" sebagai lambang manusia itu mati. Gunungan ditancapkan kembali ditengah kelir yang menandakan manusia mati tetapi hayat tetap ada untuk memasuki hidup setelah mati di alam akherat. Oleh karena itu ketika hidup, manusia hendaknya memahami "sangkan paraning dumadi" dan selalu berusaha "nggayuh kasampurnan" agar hidupnya selamat didunia dan akherat.
Begitu kaya nilai positif yang terkandung dalam seni budaya wayang, lewat tontonan wayang manusia bisa belajar dan memaknai kehidupan seperti yang dilakonkan dalam pewayangan karena dalam pewayangan berusaha memberikan jawaban-jawaban etis terhadap berbagai aspek kehidupan manusia dalam kehidupan pribadi, berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dalam kehidupan pribadi wayang memberikan jawaban berupa etika budi pekerti. Budi pekerti yang tidak sekedar normatif melainkan aplikatif karena disampaikan melalui contoh-contoh dalam pagelaran wayang sehingga tidak indoktrinatif melainkan edukatif. Dalam kehidupan bermasyarakat, wayang mengajukan gagasannya mengenai negara yang ideal, pemimpin yang bijaksana, kehidupan masyarakat yang sejahtera dan sebagainya. Gagasan tersebut antara lain terungkap pada narasi "jejer" pertama dipasewakan agung suatu negara.Dalam setiap lakon wayang yang dipentaskan, pandangan dan jawaban filsafati kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara itu selalu dikemukakan dengan jelas yang sebenarnya mudah diserap oleh para pemirsanya.
Namun sayang budaya wayang sudah mulai ditinggalkan seperti dikutip dalam Koran kompas 17 Juli 2009 dimana Pertunjukan wayang kulit menghadapi masa krisis karena dalam beberapa tahun terakhir pagelaran wayang semakin sepi. Indikasi krisis itu ditunjukkan dengan semakin sepinya tanggapan untuk pementasan wayang kulit secara merata di berbagai daerah.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, situasi dunia mengalami perubahan yang sangat cepat. Masuknya beraneka ragam budaya di tengah masyarakat, tanpa disadari terus menggerus budaya lokal. Budaya wayangpun kini terkesan terpinggirkan. Seharusnya, muatan lokal tadi mampu menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Salah satunya adalah popularitas wayang yang semakin jarang dimainkan. Ada perasaan malu, saat sekumpulan ABG duduk di atas tikar sembari menyaksikan pementasan wayang yang dimainkan dalang. Mereka menganggap wayang adalah tontonan orang tua. Ironisnya, merupakan sebuah kebanggaan jika sekumpulan ABG bisa berjingkrak-jingkrak di tengah lapangan, sembari mengikuti dentuman musik yang dibawakan grup band idola mereka. Fenomena seperti ini, disadari atau tidak terus bergulir seiring berjalannya waktu dan menyisakan banyak pertanyaan. Apakah wayang masih bisa dipertahankan atau akan menjadi sejarah. Bahkan yang paling menakutkan adalah warisan yang seharusnya kita jaga bersama akan diakui negara lain yang sekarang marak, dimana akhir-akhir ini budaya kita banyak diklaim oleh Negara tetangga yaitu Malaysia.
Memang untuk menyaksikan pementasan wayang, selain dibutuhkan waktu yang panjang hingga semalam suntuk, dibutuhkan pula kejelian membaca berbagai pesan yang disampaikan dalang dalam gerak maupun cerita yang dibawakan. Tidak hanya itu, pementasan wayang yang mayoritas penontonnya adalah orang tua diakuinya semakin membuat jarak antara generasi muda secara umum untuk bisa menjadi penerus tongkat estafet dalam melestarikan budaya daerah yang dimiliki. Tetapi, kondisi tersebut bukan berarti anak muda menjadi acuh terhadap budaya sendiri. Tidak ada salahnya kaum muda penggemari musik pop, rock, dangdut dan sebagainya. Namun sudah seyogyanya tetap mencintai kesenian daerah sehingga terjadi keseimbangan , yang justru akan memperkaya khasanah budaya yang ada sehingga regenerasi bisa berjalan dengan baik.
Untuk melestarikan dunia pewayangan dibutuh dukungan semua pihak bagaimana ke depan wayang bisa dilestarikan secara turun temurun, khususnya untuk menghadapi tantangan global. Tantangan global bukanlah halangan bagi dunia pewayangan, tapi bagaimana menjadikan budaya wayang dan budaya modern agar bisa berbaur, seiring, dan saling melengkapi. Untuk itu, diperlukan sejumlah terobosan baru agar budaya pewayangan dikemas berbeda dan menarik generasi muda yang saat ini lebih cenderung memilih budaya modern sebagai trend budaya mereka. Wayang tidak tabu dengan teknologi, oleh sebab itu inovasi terhadap wayang bukanlah menjadi masalah, misal dengan menambahkan unsur teknologi seperti menyertakan proyektor atau teknologi lainnya pada pentas wayang.
Dalam melestarikan budaya wayang bidang pendidikan sangat strategis untuk mempertahankan khasanah budaya dengan memberi ekstrakurikuler seperti gending, menari dan kesenian yang lain. Langkah ini menjadi salah satu modal agar generasi muda sejak usia dini bisa mengenal dan mempelajari kesenian secara universal, yang nantinya akan lebih spesifik karena untuk bisa memahami dan memainkan sebuah kesenian membutuhkan proses yang tidak singkat.
BAB III
KESIMPULAN
Kebudayaan dan seni adalah suatu yang tak ternilai harganya. Masyarakat Indonesia seharusnya dapat lebih menghargai seluruh budaya yang ada di Negara ini. Wayang merupakan salah satu bagian dari kesenian asli bangsa kita. Namun demikian cerita-cerita pewayangan belakangan ini memang kurang diminati dan ditinggalkan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda. Budaya wayang dan kesenian tradisional lainnya dianggap kuno dan tidak menarik.
Mestinya kita patut bangga bahwa wayang telah diakui dunia sebagai mahakarya yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi. Warisan kebudayaan tersebut dinilai sangat indah dan berharga. Itu berarti wayang telah menjadi salah satu warisan lokal yang diakui dunia untuk dilestarikan. Dengan begitu, masyarakat diharapkan mau ikut serta memelihara, melestarikan, dan mengembangkan warisan budayanya, baik yang menyangkut pengetahuan maupun apresiasi kebudayaan tradisional. Ini dimaksudkan supaya wayang akan selalu terjaga sebagai warisan kebudayaan Indonesia.
Agar kesenian wayang tetap lestari di Tanah Air, kita harus mencintai, menghargai, dan menjaganya sebaik mungkin, sehingga diharapkan pengakuan dunia terhadap keberadaan wayang dapat menyadarkan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, untuk mencintai dan selalu melestarikan kesenian tradisional Indonesia. Dunia pendidikan adalah sarana yang efektif untuk menjaga dan melestarikan wayang yaitu melalui penididikan apresiasi seni di sekolah-sekolah atau kegiatn ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh sekolah
Pemerintah Indonesia diharapkan untuk terus mendukung dan melestarikan budaya tanah air, diantaranya adalah kesenian wayang, karena kesenian wayang secara tidak langsung mengajarkan kepada kita, khususnya untuk generasi muda, nilai-nilai positif tentang perbuatan baik dan salah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Keputusan Konggres pewayangan “www.eastern/yogya.com./Web/Id.
2. Petra Christian Univercity- wayang “ Http:/petrachristianlibrary-jiunkpes ars-2002-22497106-88769-wayang-jawa-chapter-id.
3. www.radaltegal.com
4. Wayang-ku”www.wayangku-wordpress.com
5. Warisan Budaya untuk semua”http://arkeologi.ugm.ac.id
6. Museum wayang di Yogyakarta”,www.wayangku.wordpress.com