HOMO FABER YANG MENANTI ATAU MENCIPTA
BAB I
PENDAHULUAN
Ketika manusia semakin maju dalam berpikir dan berkarya maka manusia mampu mewujudkan dirinya dengan bekerja. Bekerja sebagai sarana perwujudan dirinya sebagai makhluk yang berakal budi dengan berbagai perpanjangan tangan dan teknik yang beragam. Berbagai macam kemajuan yang diraih dari hasil usaha manusia menujukkan bahwa manusia semakin maju. Semakin maju hasil yang dicapai semakin kompleks juga pernak-pernik didalamnya termasuk persoalan yang ada.
Manusia sebagai makhluk bekerja (Homo Faber) mewujudkan dirinya dengan bekerja yakni beraktivitas untuk kemajuan hidupnya. Semakin hari kemajuan yang dicapai semakin kompleks pula pekerjaan dan luasnya lahan pekerjaan yang diperlukan dari manusia itu sendiri. Maka seringkali terjadi zaman ini bahwa lahan dan manusia yang bekerja tidak berimbang sehingga menimbulkan pengangguran. Oleh karena itu pembahasan kita kali ini akan berbicara seputar pengangguran di negeri kita. Sebagai pengantar awal ada sebuah tulisan yang akan menginformasikan kepada kita tentang pengangguran.
Denpasar (ANTARA News) - Pengangguran di Indonesia kini mencapai 8,59 juta orang atau 7,41 persen dari total angkatan kerja di Nusantara sebanyak 116 juta orang.
"Angkatan kerja tersebut didominasi lulusan sekolah dasar (SD) 57,44 juta orang atau 49,42 persen," kata Dra Suwito Ardiyanto, SH,MH, widyaswara utama Bidang Penempatan Tenaga kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Denpasar,
Seusai tampil sebagai pembicara pada Lokakarya Pengembangan Jejaring Kerja Sama Penyuluhan dan Bimbingan Jabatan, formasi hasil penempatan tenaga kerja "10:3:2" ingga sekarang masih relevan.
Ia mencontohkan, apabila terdapat sepuluh orang pencari kerja hanya tersedia tiga lowongan pekerjaan dan dari tiga lowongan itu hanya dua yang bisa diisi, sementara satu lagi tidak bisa dipenuhi akibat tidak memiliki keterampilan.
Dari segi persaingan internasional hasil survei "World Economic Forum 2010" menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 54 dari 133 negara yang disurvei.
Dibanding dengan negara tetangga seperti Singapura yang menempati peringkat ketiga, Malaysia ke-24, Brunei Darussalam ke-32 dan Thailand ke-36, sehingga kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sangat parah.
Salah satu upaya dalam mengatasi masalah tersebut dengan meningkatkan kualitas penempatan tenaga kerja, yakni penempatan tenaga kerja pada jabatan yang tepat. Upaya tersebut dilakukan melalui meningkatkan peranan penyuluhan dan bimbingan jabatan (PBJ).
Suwito Ardiyanto menambahkan, PBJ mempunyai dua tugas pokok yang sangat penting untuk menempatkan pencari kerja dalam jabatan yang tepat serta menemukan tenaga kerja yang cocok dengan kebutuhan pengguna tenaga kerja.
Untuk menempatkan pencari kerja dalam jabatan yang tepat perlu memahami dunia kerja serta pengetahuan atas jenis-jenis pekerjaa atau jabatan beserta syarat-syaratnya.
Selain itu mengenali potensi diori, bakat, minat kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki pencari kerja serta mengenali kelemahan yang dimiliki, ujar Suwito Ardiyanto.
Artikel di atas memberikan gambaran sekilas bagi kita bagaimana situasi pengangguran saat ini. Betapa banyak jumlah penggangguran yang kita lihat di negeri ini. Dengan demikian apakah faktor penggangguran ini dapat dikurangi? Ataukah ada solusi bagaimana pengangguran itu dapat di atasi?
BAB II
PEMBAHASAN
Melihat bahwa penggangguran yang ada di Indonesia semakin meningkat di atas kisaran 1 juta orang lebih berarti jumlah calon pekerja juga tidaklah sedikit. Barangkali hal ini menjadi sesuatu hal yang perlu dilihat kembali sebagai fenomena anak bangsa yang harus disiapkan dengan tepat. Mengapa demikian? Sebab dari berbagai tingkat pekerja jumlahnya tidak sedikit yang menganggur. Maka akan kita lihat sejenak beberapa hal berkenaan dengan pengangguran.
Pengangguran atau tuna karya diartikan atau dikenakan untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, atau sedang mencari pekerjaan, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Definisi di atas kiranya dapat memberikan sedikit gambaran situasi seseorang dikatakan sebagai pengangguran. Kemudian akan kita lihat bersama macam-macam atau jenis pengangguran itu. Ada 3 jenis pengangguran yaitu pengangguran friksional, pengangguran musiman dan pengangguran siklikal. Yang pertama, Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya. Yang kedua, Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment) adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian. Yang ketiga, Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Setelah membahas tentang apa itu pengangguran dan jenisnya maka kita sekarang diajak semakin terbuka bahwa pengangguran itu disebabkan oleh faktor internal karena manusianya hanya menunggu suatu pekerjaan yang ditawarkan (pasif) atau manusia yang mampu mencipta sebuah pekerjaan (aktif) selain itu faktor eksternal dimana lahan pekerjaan terkait berbagai aspek seperti musim, situasi ekonomi dan sebagainya. Maka akan kita lihat bersama mengenai hakekat manusia yang hidup dan mampu menggunakan seluruh kemampuan dirinya. Salah satu hakekat manusia itu adalah manusia bekerja atau yang sering diistilahkan dengan Homo Faber dapat diterjemahkan sebagai berikut;
Homo Faber (dalam bahasa latin berarti manusia Smith atau Man Maker/Pencipta manusia, merujuk pada nama biologis untuk manusia “Homo sapien” yang berarti manusia bijaksana), adalah sebuah konsep yang dikemukakan oleh Hannah Arendt dan Max Scheler. Konsep ini merujuk pada manusia sebagai pengendali lingkungan dengan menggunakan peralatan. Henry Borgson di dalam buku “ The Creative Evolution” (1907), mendefinisikan kecerdasan sebagai tempat pengajaran untuk membuat dan memvariasi alat buatannya.
Dalam literature Latin, “Apius Claudius Caecus, menggunakan istilah sentesiae untuk menjelaskan kemampuan manusia mengontrol takdir dan segala sesuatu yang ada disekelilingnya : Homo Faber Suae Quisque Fortunae (setiap manusia berbuat sesuai takdirnya). Di dalam anthropologi, Homo faber (sebagai manusia pekerja) dibedakan dengan Homo ludens (manusia yang senang bermain, senang hiburan, humor dan rekreasi)
Dari definisi di atas kiranya jelas bahwa manusia dikatakan sebagai Homo Faber karena manusia memiliki akal budi yang tak hanya menunggu pekerjaan namun pembuat pekerjaan (Man the Maker).
Maka akan kita lihat beberapa hal yang menjadi penyebab dari pengangguran semakin meningkat antara lain; yang pertama, keterarahan pendidikan dengan dunia kerja yang belum optimal. Hal ini dimaksudkan bahwa dunia pendidikan tidak hanya mencetak seorang yang pandai, pintar atau pun memiliki intelektual yang cukup akan tetapi mampu membekali seseorang untuk sampai pada dunia kerja entah berupa pengetahuan atau keterampilan. Paling tidak jurang pemisah antara pendidikan dengan dunia pekerjaan tidak terlalu jauh. Yang kedua, antara lapangan kerja dengan pencari kerja tidak berimbang. Melihat bahwa lapangan kerja yang ada memiliki kriteria atau kualifikasi tertentu dalam menerima calon pekerja maka tentu saja dari sekian banyak calon pekerja yang mendaftar tidak akan masuk seluruhnya dalam kriteria yang harus dipenuhi. Maka konsekuensi yang harus dilihat adalah calon pekerja akan bertambah setiap tahunnya mengingat lapangan kerja tetap jumlahnya. Yang ketiga, kualitas manusia pekerja yang dihasilkan masih rendah, mengapa demikian? Hal ini seperti sudah di jelaskan di atas bahwa persiapan sebelum bekerja entah dalam arti pembekalan formal dan informal belum mampu bersaing dalam hal kualitas yang dihasilkan. Bisa jadi pendidikan formal maupun informal yang dilaksanakan hanya sekadar memenuhi standar minimal, demi ijasah yang diperlukan agar diterima kerja atau hanya sebagai lahan bisnis semata. Sehingga hal yang sungguh esensi dalam persiapan bekerja baik formal maupun informal adalah kualitas pendidikan itu sendiri diabaikan atau bukan menjadi hal yang pokok bagi masa depan calon pekerja. Jika demikian akan menjadi hal yang ironi bagi bangsa ini.
Oleh karena itu persoalan pengangguran yang ada di negeri ini bukan lagi menjadi persoalan pribadi si pencari kerja akan tetapi menjadi persoalan bersama. Maka yang ditawarkan dalam tulisan ini adalah bahwa kita kembali hakekat kita sebagai manusia bekerja (Homo Faber) yang mencipta bukan menunggu pekerjaan. Apabila kita aplikasikan dalam konteks secara luas bahwa Homo Faber diajak aktif dalam menciptakan seorang pekerja berkualitas yang mampu menciptakan lapangan kerja sendiri dengan kata lain berwirausaha. Hal ini kiranya bukan hal yang baru sebagai gagasan bagi banyak orang namun penulis sekadar ingin mengajak pembaca kembali ke hakekat manusia sebagai manusia bekerja yang sekarang ini harus bersaing. Sebab kehidupan ekonomi yang semakin berat, kemiskinan meningkat dan jumlah pengangguran semakin tak terkendali di berbagai daerah perlu pemikiran bersama antara pemerintah dan warganya. Regulasi-regulasi yang ada belumlah cukup dalam menanggulangi penggangguran namun alangkah lebih baik sedari dini hal ini sudah dipersiapkan sejak di bangku pendidikan.
BAB III
KESIMPULAN
Seluruh tulisan yang telah di paparkan di atas hanyalah sebuah inspirasi bersama bahwa manusia pada hakekatnya adalah manusia bekerja (Homo Faber) yakni mencipta pekerjaan (“Man the Smith” or “Man the Maker”); bukan lagi menunggu pekerjaan sebab menunggu pekerjaan adalah hal yang tidak relevan lagi. Sebab menunggu adalah suatu pekerjaan yang pasif dan kecenderungan membuat kebosanan jauh lebih besar potensinya ketimbang melakukan suatu aktivitas. Sebab dunia kerja saat ini adalah persaingan yang menuntut kualitas tertentu. Maka dalam hal ini seorang pekerja harus membekali dirinya dengan sungguh bukan sekadar mendapat standar minimal agar mencapai sebuah pekerjaan.
Maka upaya bersama untuk mengurangi jumah pengangguran di negeri ini perlu dilakukan agar beban Negara pun turut berkurang dan kesejahteraan rakyat juga megalami perbaikan meski dalam kurun waktu yang bertahap dan lama. Namun bukan berarti kita tidak bisa memerangi pengangguran yang ada. Semoga tulisan ini dapat menginspirasikan kita bersama bahwa perwujudan diri kita sebagai manusia bekerja hendaklah dimulai dari diri kita sendiri sebab suatu cita-cita atau harapan dapat dicapai atas dorongan dari dalam bukan menunggu sesuatu yang diluar.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran
2. http://antaranews.com/berita/230414/pengangguran-di-indonesia-capai-859-juta
3. http://elektrojoss.wordpress.com/2007/06/12/tiga-faktor-mendasar-penyebab-masih-tingginya-pengangguran-di-indonesia/
4. http://beritajitu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=407:pengangguran-di-indonesia-11-juta-orang&catid=34:nasional&Itemid=65
5. http://duniabaca.com/faktor-penyebab-pengangguran.html
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Homo_faber
7. http://www.jstor.org/pss/30204396
Tidak ada komentar:
Posting Komentar