Sabtu, 28 April 2012

TUGAS CERPEN

BERBAGI KASIH Gita adalah anak yang pintar, lincah, dan selalu menunjukkan wajah yang ceria. Sekarang Gita duduk di kelas 5 SD di sekolah yang cukup terkenal di kota Jakarta dan kebanyakan anak-anak yang sekolah di situ berasal dari keluarga kaya. Gita juga berasal dari keluarga yang berkecukupan, karena kedua orang tuanya bekerja dan punya bisnis konveksi. Oleh karena itu Gita tidak bermasalah mengenai materi, karena orang tuanya telah mencukupi semua keperluan Gita. Namun dalam beberapa hari ini Gita menunjukkan wajah murung, kecewa dan marah. Teman-teman di kelasnya sangat heran melihat perubahan sikap Gita yang murung dan banyak diam. Pagi-pagi sebelum masuk kelas Sinta berlari mengejar Gita yang baru saja turun dari mobil. Dengan terengah-engah Sinta memegang tangan Gita dan mengajukan pertanyaan padanya, “Gita kenapa dalam beberapa hari ini engkau murung dan aku tak melihat senyummu lagi “ Gita diam, ia hanya mengangkat bahunya dan pergi sambil mengatakan bahwa dirinya tidak kenapa-kenapa. Tetapi Sinta tidak tinggal diam dan terus membuntuti Gita sambil bertanya, tetapi hasilnya tetap nihil karena Gita sungguh-sungguh diam seribu bahasa. Sinta adalah teman dekat Gita maka tidak heran kalau Sinta merasa kehilangan keceriaan sahabatnya. Pukul 10.00 lonceng sekolah berbunyi pertanda istirahat pertama, anak-anak keluar berlari ada yang bermain , jajan di katin atau duduk bergerombol, namun Gita memilih duduk sendiri di bawah pohon samping sekolahnya, ia diam dan masih menyimpan rasa kecewa dan marah pada mamanya karena mamanya sudah dua kali ini lupa membelikan pesananan bebek goreng yang menjadi kesukaannya. Saat ia terdiam pandangan matanya tearah pada sosok gadis cilik yang berjalan dengan kaki pincang di seberang jalan, yang dilakukan gadis cilik itu adalah meminta-minta pada orang yang dijumpainya. Gadis cilik itu walau pincang namun wajahnya selalu tersenyum walau orang yang dimintainya tidak memberi. Gita sangat terkesan dengan gadis cilik itu maka ia berlari menyeberang dan menjumpai gadis cilik itu. Gita bertanya pada gadis cilik itu “ Siapa namamu? Jawab gadis cilik itu, namaku Ines Tanya Gita lagi : Apa kamu tidak sekolah? Dengan senyum Ines menjawab, bagaimana saya bisa sekolah sementara saya harus cari makan. Gita jadi malu dengan pernyataan gadis cilik itu, maka Gita mengalihkan dengan pertanyaan lain: Apa kamu sudh makan, dengan senyum gadis cilik itu menjawab “ belum” Kebetulan didekat tempat itu ada restoran Pizza hut, oleh Gita diajaklah Ines masuk dan makan. Dengan senyum Ines memohon “ apa makanannya boleh dibungkus untuk saya bawa pulang? Jawab Gita “ Kenapa? Dengan senyum dan wajah memohon Ines mengatakan, “ Ibu saya tentu akan senang karena ibu hari ini bisa makan enak, tanpa sadar Gita meneteskan air mata mendengar perkataan Ines. Gita memang anak yang baik walau dia berasal dari keluarga kaya tetapi tidak sombong. Dengan haru Gita berkata pada Ines “ engkau boleh bawa pulang Pizza Hut itu, tetapi Ines juga boleh makan disini. Dengan senyum bahagia Ines makan dengan begitu lahapnya seakan ia lupa akan segala perjuangannya sepanjang hari itu. Sambil menunggu Ines makan, Gita terdiam, ia mengingat akan dirinya yang akhir-akhir ini uring-uringan dengan mamanya, seakan mamanya tidak perhatian lagi karena mamanya sibuk bekerja sampai lupa dengan pesanannya. Dalam hati ia minta maaf pada mamanya, Ines telah menyadarkan dirinya, gadis kecil itu karena nasibnya harus berjuang walau ia cacat kakinya tapi ia selalu tersenyum dan mensyukuri apapun yang didapatnya hari itu. Dia tersenyum bahagia karena bisa makan, makanan yang jarang ia bisa makan. Gita sekarang bisa tersenyum kembali , ia sadar selama ini ia kurang mensyukuri akan anugerah kehidupan yang telah Tuhan berikan. Setelah selesai membayar ia berbisik pada Ines “ apakah kamu mau jadi sahabatku?” Dengan penuh senyum bahagia Ines menjawab dengan mantap . ya tentu aku mau. Kata Gita lagi “ kalau begitu kamu harus janji, habis pulang sekolah kamu harus main ke rumahku. Dengan senyum Ines menjawab “ ya saya akan menunggumu sampai pelajaran usai dan aku akan pergi ke rumahmu. Tidak lupa Ines berterima kasih atas makanan untuk ibunya, ibunya tentu sangat senang dengan makanan itu. Dengan penuh senyum pula, Gita menggangguk kemudian Gita pamit pada Ines untuk kembali ke kelasnya. Gita lari dengan buru-buru karena ia sudah terlambat masuk. Dengan terengah-engah Gita masuk kekelasnya, meminta permisi kepada gurunya dan minta maaf atas ketelambatannya, kemudian dengan penuh senyum bahagia ia menuju tempat duduknya. Wajah Gita sekarang sudah cerah kembali, senyumnya sudah mulai menghiasi wajahnya. Sinta menjadi heran sekarang karena tiba-tiba wajah Gita penuh senyum padahal baru pagi tadi ia menanyakan pada Gita akan perubahan sikapnya. Pelajaran di kelas sekarang sudah usai, dengan buru-buru Gita keluar karena dia sudah berjanji dengan Ines. Sesampainya di luar kelas Gita lari menghampiri Ines, dan sopir yang menjemput Gita sudah ada ditempat biasa parkir. Gita dan Ines begitu ceria di sepanjang perjalanan, mereka bercanda ceria, sehingga tanpa terasa mereka sudah sampai di rumah Gita. Sampai di rumah Gita sangat terkejut, karena tidak seperti biasanya, di depan pintu mama sudah menantinya dengan penuh senyum. Dengan penuh haru Gita langsung memeluk mamanya dan menangis dalam pelukan mamanya, kemudian memperkenalkan Ines. Mama Gita menyambut Ines dengan gembira, kemudian mengajak mereka makan. Gita tersenyum bahagia melihat bebek goreng kesukaannya sudah tersedia di meja makan. Hari itu sungguh hari yang membahagiakan buat Gita, disinilah Gita menyadari bahwa Tuhan begitu baik, tetapi selama ini Gita tidak pernah mensyukuri semua anugerah yang begitu luar biasa Tuhan berikan padanya. Ines telah dipakai Tuhan untuk menyadarkan semua kebaikan Tuhan maka Gita berjanji akan menyisihkan sebagian uang sakunya untuk Ines agar Ines bisa sekolah.